Revisi UU ITE Membungkam Kebebasan Berekspresi!

Kita juga tidak bisa menampik bahwa UU ITE jilid II ini juga berpotensi menjadi alat pukul baru. Hal ini tersebab revisi UU tersebut memberikan wewenang kepada penyidik kepolisian atau pejabat ASN tertentu di lingkungan pemerintah yang relevan di bidang ITE untuk menutup akun media sosial. Ini sebagaimana aturan dalam pasal 43 huruf i.

Selain itu, revisi ini membuka pintu intervensi pemerintah sehingga pemerintah punya wewenang mengintervensi penyelenggaraan sistem elektronik berkat revisi UU ITE. Ini diatur dalam pasal 40A. Berikutnya, ayat (2) pasal tersebut mengatur pemerintah berwenang memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan penyesuaian pada atau melakukan tindakan tertentu guna mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.

Dengan pengesahan revisi UU ITE oleh DPR dan pemerintah dampaknya akan mengabaikan partisipasi publik dan membungkam kebebasan berekspresi dan pelangaran HAM. Bukankah HAM harus dijunjung tinggi? Atau HAM hanya berlaku bagi kelompok tertentu, orang duit atau yang punya kuasa? Jika seperti ini, alasan revisi UU ITE untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan tidak terwujud kalau begitu!.

BACA JUGA:  AB Iwan Azis dan Semangat Bela Negara

Bongkar pasang UU sebagaimana revisi jilid II UU ITE ini sejatinya tidaklah mengherankan. Karena sudah biasa terjadi dalam demokrasi kapitalisme yang senantiasa berasas pada kemanfaatan dan berjalan demi memuluskan berbagai kepentingan.

Akibatnya, standar benar (hak) dan salah (batil) menjadi samar dan tidak jelas. Begitu pula dengan fungsi teknologi informasi yang semestinya memudahkan urusan manusia, nyatanya di tangan sistem yang batil malah disetir menjadi alat represifisme oleh penguasa.

Kondisi ini sangat berbeda dengan strategi penggunaan teknologi informasi dalam sistem Islam (Khilafah), yang tidak lain adalah sebagai sarana dakwah dan penyampai kebenaran. Di dalamnya, penguasa yang bertakwa berperan menerapkan aturan Allah Taala secara kafah.

Di sisi lain, jika kita berbicara mengenai UU dalam Islam adalah untuk menegakkan keadilan dan mengatur kehidupan masyarakat, dan jauh dari konflik kepentingan. Dan dengan penguasa yang takwa, aturan Allah benar-benar ditegakkan. Media dalam Islam memiliki peran strategis, baik dalam mencerdaskan umat maupun sebagai penyalur aspirasi rakyat dan alat muhasabah perangkat negara.

BACA JUGA:  Batu Palestina Inikah Maharnya?

Pengaturan media dan penyampaian pendapat oleh rakyat adalah untuk menegakkan keadilan dan menjaga agar tetap berada dalam keridhoan Allah swt. Tidak seperti saat ini, UU hadir sesuai kepentingan. Bahkan boleh di bongkar sana sini, layaknya mainan anak-anak bongkar pasang. Innalilah !