Ketiga, persoalan pelanggaran kode etik jurnalistik, bukan baru sekarang, melainkan sejak puluhan tahun silam. Pada tahun 1980-an saya pernah membaca berita pada salah satu media yang mengungkapkan bahwa sebagian besar wartawan Indonesia tidak pernah membaca kode etik jurnalistik. Penelitian tentang penaatan atas kode etik jurnalistik telah dilakukan pada tahun 2019 (sesuai “artificial intelligence” –AI, kecrdasan buatan). Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat beberapa kasus pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan pada tahun tersebut.
Penelitian lain juga menemukan bahwa pemahaman dan pelanggaran kode etik jurnalistik masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam industri jurnalistik di Indonesia. Selain itu, penelitian tentang penerapan kode etik jurnalistik dalam perspektif Islam juga telah dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme wartawan dan memastikan bahwa mereka mematuhi kode etik jurnalistik.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa wartawan memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhi kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik ini ditetapkan oleh Dewan Pers dan harus dipatuhi oleh semua wartawan di Indonesia. Meskipun tidak ada data terkini tentang persentase wartawan yang mematuhi kode etik jurnalistik, Dewan Pers telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman wartawan tentang kode etik jurnalistik.
Berkaitan dengan kode etik jurnalistik ini, pada tahun 2021, seorang pemimpin redaksi media online di Sumatra Utara tewas ditembak oleh orang tidak dikenal (OTK) ketika korban melintas di salah satu jalan di Simalungun, Sumatera Utara. Kapolda Sumut Irjen Pol.Panca Putra (waktu itu) menyebutkan, motif pembunuhan adalah dendam dan sakit hati.
Begitu membaca berita penembakan wartawan yang terjadi 19 Juni 2021 itu, saya langsung ‘menyisir’ berita-berita yang diturunkan media online yang dipimpiin almarhum. Lima berita yang saya jadikan sampel, setelah diamati, semuanya berita kontrol sosial yang harus dikonfirmasi (‘check and re-check’), tetapi tidak satu pun ada informasi penyeimbang yang merupakan hasil konfirmasi dilakukan media itu. Dua dari lima berita tersebut adalah menyorot oknum aparat penegak hukum daerah. Satu di antara kedua berita tersebut, mendesak ‘bos’ aparat penegak hukum setempat dipecat.
“Otak intelijen’ saya jalan dan menduga, dua berita itulah yang menjadi pemicu kematian almarhum. Apalagi dikaitkan dengan penjelasan Kapolda yang menyebut motif pembunuhan adalah dendam dan sakit hati. Siapa yang sakit hati, hingga sang wartawan yang menjadi tumbalnya? Silakan jawab di dalam hati.