Profesor Palsu

oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Publik saat ini dibingungkan oleh kasus ijazah palsu yang viral d i berbagai media. Seseorang yang selama ini tampil sebagai figur publik ternyata disinyalir menggunakan ijazah yang tidak pernah ia peroleh melalui pendidikan yang sah.

Kasus itu ramai dibicarakan, bukan hanya karena soal kebohongan, tetapi juga karena dicurigai ia berani membawa identitas palsu tersebut ke ruang-ruang resmi negara.

Fenomena ini menyentuh kegelisahan yang lebih dalam: betapa mudahnya sebagian orang memanipulasi gelar dan identitas untuk kepentingan pribadi—seolah jabatan dan kehormatan dapat dipetik begitu saja tanpa jerih payah.

Di Tulisan ini kita tidak membahas soal ijasah palsu, biarlah waktu bergulir yang akan membuktikan kebenarannya.

Namun yang lebih mengejutkan adanya ketika perilaku serupa muncul bukan dari orang awam, melainkan dari seorang dosen hukum di sebuah perguruan tinggi negeri. Jika ini adalah kisah nyata, maka kasus ini mungkin saja akan sama viralnya dengan kasus “ijasah palsu”.

Di sebuah universitas negeri ternama sebut saja di negeri Konoha, terdapat seorang dosen yang selama ini tidak pernah tercatat sebagai guru besar, tidak pernah diangkat melalui SK Menteri, dan tidak pernah lolos tahap penilaian akademik untuk meraih gelar profesor.

BACA JUGA:  PULAU SEMBILAN SEMBARI PENYULUHAN

Namun di luar lingkungan kecil dan terbatas, ia dengan percaya diri mengenakan atribut kehormatan itu. Gelar Profesor ditempelkan di depan namanya seolah status tersebut adalah hak yang melekat di sebuah Berita Acara Hukum, lalu mengalir ke ruang sidang, hingga membuahkan sebuah keputusan yang absurd karena sebuah kepalsuan.

Yang membuat persoalan ini semakin serius adalah keberaniannya mencantumkan gelar palsu tersebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian ketika ia menjadi saksi pelapor dalam sebuah perkara. Pada saat penyidik meminta identitasnya, ia menyodorkan KTP hanya terbatas pada gelar DR di depan namanya.

Namun yang tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan maupun sumpah namanya menyandar gelar professor , dan gelar itu kemudian tercatat dalam dokumen resmi negara. Bahkan ia mengucapkan sumpah di hadapan kitab suci, di hadapan penyidik, dan di hadapan hukum—seraya tetap mempertahankan identitas yang ia tahu sepenuhnya adalah kebohongan.

Lalu dalam persidangan di depan Majelis Hakim mengakui belum memiliki gelar itu, bak kucing kesiram air, meminta Majelis Hakim menghapus gelar itu, “Wah ini tidak bisa dilakukan begitu saja, karena ini adalah berita acara hukum, dokumen resmi negara.”

br