Prof Karta Jayadi, KOPI HAJI, dan Perayaan Spiritualitas

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — Saya begitu bersemangat ketika dijapri flyer acara Musik dan Puisi “KOPI HAJI” with Rektor UNM oleh Dr Asia Ramli Prapanca. Undangan dari dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) itu, mengingatkan saya pada kebiasaan orang-orang tempo doeloe yang membawa pulang kopi sebagai oleh-oleh dari Tanah Suci Makkah, setelah menunaikan ibadah haji.

Kebiasaan itu, hanya tinggal sejarah. Kini, kebanyakan orang bila pulang menunaikan kewajiban Rukun Islam kelima itu, lebih sering membawa air zam-zam, kurma, sajadah, tasbih, juga cokelat dan kacang-kacangan dalam kemasan yang menarik, sebagai buah tangan.

Dahulu, kopi Arab yang punya rasa dan aroma khas, menjadi simbol dari perjalanan ibadah haji yang, kala itu, masih menggunakan kapal laut. Kopi Arab itu tersedia dalam berbagai pilihan, mulai dari biji kopi hingga kopi bubuk. Bahkan dallah, yakni teko kopi khas Arab juga dijadikan cendera mata.

Kopi dalam bahasa Arab, disebut qahwah, yang berarti kuat. Kita di Indonesia, menyerap kata kopi dari pengaruh bahasa Belanda, koffie.

BACA JUGA:  Bioskop dan Film Layar Tancap di Makassar

***

Ketika berada di Sekretariat Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS), Jalan Malengkeri No 12A Sao Panrita Centre, Sabtu malam, 12 Juli 2025, yang menjadi lokasi kegiatan, saya diarahkan panitia duduk di bagian depan sebelah kiri bersama teman-teman yang sudah lebih dahulu hadir.

Bersama saya, ada Ram Prapanca, Andi Mahrus, Andi Wanua Tangke, Andi Ruhban, Anwar Nasyaruddin, Chaeruddin Hakim, dan M Amir Jaya. Tampaknya meja bundar di pojok ini disediakan bagi teman-teman penulis, penyair, dan sastrawan. Walau ada pula teman-teman penulis, penyair, dan sastrawan, duduk di tempat berbeda.

Sebagai tamu, kami langsung disuguhi menu tradisional berupa kacang, jagung, ubi jalar, singkong, dan pisang. Makanan serba rebus itu nipatala di atas nampan besar. Kami juga ditawari, apakah mau minum kopi atau sarabba?

Malam itu, kebanyakan dari kami lebih memilih sarabba—minuman berbahan rempah khas Makassar—termasuk saya.

“KOPI HAJI ini, kalau dalam ungkapan kita yang dari Timur, bisa dibaca ko pi haji,” kata Dr Azis Nojeng, sebagai pembawa acara.

BACA JUGA:  SEMESTA ADA DALAM DIRIMU

Nojeng, dosen, seniman dan penyiar radio, yang dikenal kocak ini menambahkan, naik haji itu bukan cuma ukurannya mampu tapi karena mendapat undangn dari Allah SWT.

Benar juga, sebab banyak orang yang mampu secara finansial, fasilitas, fisik, dan psikis tapi belum mendapat “undangan” itu

Ram Prapanca sebagai inisiator acara, kemudian bercerita pengalamannya ketika menunaikan ibadah haji di tahun ini.