TOWS: Orientasi Masa Depan

Catatan Agus K Saputra

“When a big new idea emerges that changes the way people look at the world, it’s easy to feel that every old idea, every certainty, is under attact and then to do battle against the new insights”

NusantaraInsight, Ampenan — Menurut Hermawan Kartajaya (dalam Kompas, Sabtu, 4 Oktober 2008, hal.21), itulah yang diucapkan Rev. Dr. Malcom Brown dari Church of England, tanggal 15 September 2008, ketika secara resmi menyampaikan permintaan maaf kepada Charles Darwin karena telah salah memahami pendapat Darwin.

Memang, dalam bukunya On the Origin of Species, Darwin sempat menimbulkan kontroversi dengan pandangannya bahwa semua makhluk hidup yang ada sekarang merupakan keturunan dari makhluk hidup sebelumnya yang hidup di masa lampau. Terjadi evolusi melalui proses alam. Jadi, tidak ada makhluk hidup yang muncul dengan tiba-tiba.

Pandangan ini, lanjut Hermawan, bertentangan dengan pandangan creationism yang dianut gereja saat itu. Sejumlah pihak selain Darwin kemudian juga memanfaatkan Darwinism ini untuk menyerang gereja di Inggris, Church of England itu. Tak pelak, sempat terjadi perdebatan yang cukup tajam antara pihak gereja dengan sejumlah orang yang mendukung Darwin.

BACA JUGA:  Akhir APBN 2024

Nah, kisah ini bisa memberikan inspirasi bahwa kita harus lebih berorientasi kepada masa depan ketimbang masa lalu. Gereja, demikian Hermawan, berani mengoreksi kekeliruan yang mungkin telah dilakukannya di masa lampau terhadap Darwin.

Karena itu, analisis lanskap bisnis seharusnya dilakukan dengan pendekatan Threat-Opportunity-Weakness-Strength (TOWS), bukan SWOT.

Kalau kita mulai mengidentifikasi Strength dan Weakness terlebih dahulu, yang merupakan faktor-faktor internal, maka orientasinya bisa bias. Dengan mengacu ke Strength-Weakness, berarti kita mengacu kepada masa sekarang atau malah masa lampau.

Kekuatan saat ini dan reputasi masa lalu belum tentu relevan untuk masa depan. Begitu juga kelemahan masa kini. Misalnya saja kita tidak bisa berbahasa Inggris, belum tentu ini jadi kelemahan di masa depan yang mungkin lebih memerlukan bahasa Mandarin karena pusat kekuatan akan bergeser ke Asia.

Threat dan Opportunity juga tidak bisa merupakan proyeksi dari masa sekarang atau masa lalu karena bisa saja terjadi diskontinuitas.

Jadi, di lanskap New Wave ini, tulis Hermawan, pendapat “survival of the fittest”-nya Darwin rupanya masih berlaku. Bukan yang paling kuat atau yang paling pintarlah yang akan bertahan. Namun, yang paling bisa beradaptasi dengan perubahan yang akan menang.

BACA JUGA:  Makna Berkurban: Menyembelih Sifat Hewani dalam Diri Manusia

TOWS Matrix