Perspektif: Agus K Saputra
NusantaraInsight, Ampenan — Kemiskinan merupakan fenomena yang terjadi hampir di seluruh negara sedang berkembang. Munculnya soal ini karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.
Di sisi lain, penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama kebijakan pemerintah Indonesia. Hal ini sejalan dengan komitmen untuk mencapai tujuan pertama dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu menghapus kemiskinan. Tersedianya angka kemiskinan yang akurat di setiap wilayah dan dapat diperbandingkan
di tingkat nasional merupakan syarat mutlak dalam penyusunan kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Angka kemiskinan memiliki fungsi dalam pembangunan nasional. Fungsi yang pertama yaitu sebagai dasar penyusunan kebijakan dan rencana pembangunan nasional, termasuk kebijakan dan rencana peningkatan kesejahteraan rakyat dan pembangunan sektoral. Fungsi kedua, digunakan dalam penetapan sasaran berbabis lokasi geografis maupun individu dan rumah tangga yang menjadi sasaran program-program pembangunan. Ketiga, penentuan alokasi program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Keempat, berfungsi sebagai indikator pengawasan dan evaluasi program pembangunan termasuk pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang Nasional (RPJMN/RPJPN) maupun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Terakhir, menjadi salah satu instrumen untuk mengukur kinerja pemerintah pusat dan daerah (Dhanie Nugroho dkk dalam Working Peper 49-2020).
Biro Pusat Statistik dalam Berita Resminya pada 15 Januari 2025 menampilkan data sebagai berikut:
• Persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57 persen, menurun 0,46 persen poin terhadap Maret 2024 dan menurun 0,79 persen poin terhadap Maret 2023.
• Jumlah penduduk miskin pada September 2024 sebesar 24,06 juta orang, menurun 1,16 juta orang terhadap Maret 2024 dan menurun 1,84 juta orang terhadap Maret 2023.
• Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2024 sebesar 6,66 persen, menurun
dibandingkan Maret 2024 yang sebesar 7,09 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin
perdesaan pada September 2024 sebesar 11,34 persen, menurun dibandingkan Maret 2024 yang
sebesar 11,79 persen.
• Dibanding Maret 2024, jumlah penduduk miskin September 2024 perkotaan menurun sebanyak
0,59 juta orang (dari 11,64 juta orang pada Maret 2024 menjadi 11,05 juta orang pada September
2024). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun
sebanyak 0,57 juta orang (dari 13,58 juta orang pada Maret 2024 menjadi 13,01 juta orang pada
September 2024).
• Garis Kemiskinan pada September 2024 tercatat sebesar Rp595.242,00/kapita/ bulan dengan
komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp443.433,00 (74,50 persen) dan Garis Kemiskinan
Bukan Makanan sebesar Rp151.809,00 (25,50 persen).
• Pada September 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota
rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata
adalah sebesar Rp2.803.590,00/rumah tangga miskin/bulan.