Dengan perbandingan pendapatan dan belanja tersebut, keseimbangan primer masih tercatat defisit sebesar Rp89,7 triliun. Defisit ini mencerminkan bahwa pemerintah harus mencari pembiayaan tambahan untuk menutup kebutuhan belanja yang lebih besar dari pendapatan. Pemerintah sendiri merencanakan pembiayaan anggaran sebesar Rp689,1 triliun, yang menjadi kunci dalam menjaga kelancaran implementasi APBN 2026.
Defisit Anggaran: Realitas dan Tantangan
Defisit anggaran sebesar Rp689,1 triliun atau 2,68 persen terhadap PDB, secara angka, masih dalam batas aman sesuai ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara yang menetapkan defisit maksimal 3 persen terhadap PDB. Artinya, disiplin fiskal tetap dijaga, terutama setelah Indonesia keluar dari kebijakan relaksasi defisit lebih dari 3 persen pada masa pandemi Covid-19.
Namun, besarnya defisit ini menimbulkan sejumlah tantangan. _Pertama,_ kebutuhan pembiayaan defisit akan mendorong pemerintah untuk mengandalkan instrumen utang, baik domestik maupun luar negeri. Walaupun utang merupakan instrumen wajar dalam kebijakan fiskal, akumulasi utang yang tinggi dapat menimbulkan risiko keberlanjutan fiskal di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga rasio utang terhadap PDB tetap terkendali, serta mengoptimalkan efisiensi belanja agar utang digunakan secara produktif.
_Kedua,_ defisit anggaran juga harus dilihat dari perspektif pertumbuhan ekonomi. Jika pembiayaan defisit diarahkan untuk investasi produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan inovasi teknologi, maka dampaknya akan positif terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sebaliknya, jika defisit lebih banyak terserap untuk belanja rutin yang kurang produktif, maka manfaatnya bagi perekonomian akan terbatas.
_Ketiga_ , risiko global juga perlu dipertimbangkan. Ketidakpastian ekonomi dunia, fluktuasi harga komoditas, geopolitik, serta perubahan suku bunga global dapat memengaruhi stabilitas fiskal Indonesia. Oleh karena itu, strategi pembiayaan defisit harus cermat dan adaptif terhadap dinamika global.
Komitmen Pemerintah dan Sinergi Lembaga
Dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan apresiasi atas kerja sama yang terjalin antara pemerintah, DPR, Bank Indonesia, dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Pernyataan ini bukan sekadar formalitas, melainkan mencerminkan pentingnya sinergi kelembagaan dalam menjaga kepercayaan terhadap APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal.
APBN tidak dapat berjalan efektif jika hanya dipandang sebagai dokumen anggaran. Ia harus diperlakukan sebagai alat untuk mengatur perekonomian, menjaga stabilitas, serta memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Oleh karena itu, dukungan politik dari DPR, peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter, serta koordinasi lintas kementerian/lembaga menjadi faktor kunci keberhasilan implementasi APBN 2026.