Penempatan Dana Pemerintah di Bank BUMN

Dana
Ilustrasi (foto aks)

Secara makro, peningkatan kredit memiliki efek berganda (multiplier effect) terhadap pertumbuhan ekonomi. Dana pinjaman yang disalurkan ke pelaku usaha akan digunakan untuk kegiatan produksi, ekspansi bisnis, dan penciptaan lapangan kerja baru. Akibatnya, pendapatan masyarakat naik, konsumsi meningkat, dan pada akhirnya berkontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Selain mendorong pertumbuhan kredit, kebijakan penempatan dana pemerintah di bank-bank BUMN juga berdampak signifikan terhadap peningkatan uang primer atau base money (M0). Uang primer merupakan uang yang dikeluarkan oleh bank sentral, meliputi uang kartal (uang kertas dan koin yang beredar di masyarakat) dan cadangan bank (simpanan bank umum di BI). Fungsi utama uang primer adalah menjadi dasar bagi penciptaan bentuk uang lain dalam sistem ekonomi, seperti uang giral dan deposito.

Menurut data Bank Indonesia, uang primer per September 2025 mencapai Rp 2.152,4 triliun. Purbaya mengungkapkan bahwa pertumbuhan M0 meningkat drastis hingga 13%, setelah sebelumnya stagnan di sekitar 0%. Angka ini bahkan lebih tinggi dari laporan resmi Bank Indonesia yang mencatat pertumbuhan uang primer sebesar 18,6% (year on year/yoy), meningkat tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 7,3%.

BACA JUGA:  APA KABAR GAZA?

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa lonjakan ini terutama disebabkan oleh dua faktor: pertumbuhan giro bank umum di BI sebesar 37,0% dan meningkatnya jumlah uang kartal yang beredar sebesar 13,5%. Data ini menunjukkan bahwa likuiditas dalam sistem keuangan meningkat secara signifikan — artinya, ada lebih banyak uang yang beredar di masyarakat dan perbankan memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit.

*Implikasi Ekonomi dan Stabilitas Moneter*

Kebijakan ini memiliki implikasi yang luas terhadap perekonomian nasional. Di satu sisi, peningkatan likuiditas mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi dan konsumsi. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan hati-hati, peningkatan jumlah uang beredar dapat menimbulkan tekanan inflasi.

Oleh karena itu, koordinasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menjadi sangat penting. Pemerintah harus memastikan bahwa likuiditas tambahan ini benar-benar masuk ke sektor produktif, bukan hanya mengalir ke instrumen keuangan jangka pendek yang bersifat spekulatif. Sementara BI perlu menjaga agar lonjakan M0 tidak menimbulkan ketidakseimbangan moneter yang dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa.

br
br