Ketegangan AS–Israel dan Prospek Diplomasi

Lebih lanjut, Washington mulai membatasi beberapa bentuk bantuan logistik dan intelijen yang selama ini diberikan tanpa syarat. Laporan dari Pentagon menyebutkan adanya “peninjauan ulang” terhadap kerja sama keamanan siber dan sistem pertahanan rudal. Meski langkah ini belum bersifat struktural, sinyalnya cukup jelas: kepercayaan antara kedua negara sedang diuji.

Israel pun menanggapi dengan nada defensif. Dalam sebuah wawancara dengan media internasional, Netanyahu menyebut bahwa “setiap negara berhak mempertahankan dirinya tanpa perlu izin dari siapa pun, termasuk dari sekutu.” Pernyataan ini dianggap sebagai sindiran langsung kepada AS, dan semakin memperlebar jarak diplomatik yang sebelumnya telah retak.

Pengaruh Politik Domestik AS

Di dalam negeri, pemerintah AS menghadapi tekanan yang tidak kalah kompleks. Masyarakat Amerika terbelah. Sebagian masih memegang dukungan historis terhadap Israel sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah. Namun, generasi muda, kalangan progresif, dan komunitas Muslim-Amerika mulai membentuk opini publik yang lebih kritis terhadap kebijakan luar negeri AS yang pro-Israel tanpa syarat.

BACA JUGA:  Sulsel, Antara Target & Tuan Rumah PON

Gerakan seperti “Ceasefire Now” dan “Justice for Palestine” menggelar aksi-aksi besar di berbagai kota seperti New York, Chicago, dan San Francisco. Mereka menuntut pemerintah AS untuk menghentikan dukungan militer dan menekan Israel agar menghentikan blokade terhadap Gaza. Media sosial juga menjadi medan pertarungan narasi yang memperuncing ketegangan ini.

Akibat tekanan domestik ini, pemerintah AS harus menyeimbangkan antara mempertahankan aliansi strategisnya dengan Israel dan memenuhi aspirasi moral serta politik dari rakyatnya sendiri.

Prospek Diplomasi: Masih Adakah Ruang?

Meski ketegangan meningkat, diplomasi belum sepenuhnya mati. Terdapat beberapa celah yang bisa dimanfaatkan untuk membangun kembali kepercayaan:

1. Format Diplomatik Baru
AS dan Israel dapat membentuk forum bilateral tetap yang melibatkan bukan hanya pejabat eksekutif, tapi juga perwakilan parlemen dan tokoh masyarakat sipil. Forum ini dapat membahas isu-isu sensitif seperti hak asasi manusia, distribusi bantuan kemanusiaan, dan transparansi militer.

2. Pencairan Melalui PBB dan Negara Ketiga
Mediator seperti Uni Eropa, Turki, atau Qatar dapat berperan menjembatani komunikasi antara AS dan Israel, terutama dalam isu-isu Gaza dan Iran. Lewat jalur multilateral ini, AS bisa menyalurkan pesan-pesan kerasnya tanpa mencederai secara langsung wajah diplomatik Israel.

BACA JUGA:  MAKASSAR URBAN FARMING

3. Redefinisi Bantuan Militer
AS dapat menawarkan paket bantuan militer dengan syarat pemenuhan hak asasi manusia, reformasi kebijakan pemukiman, dan keterbukaan terhadap pengawasan internasional. Pendekatan ini tidak memutus bantuan, namun mengarahkannya pada pembenahan jangka panjang.