Istana Kesultanan Bima: Jejak Peradaban di Asi Mbojo

Istana Kesultanan Bima
Istana Kesultanan Bima (foto: aks)

Namun, seiring bergulirnya waktu dan perubahan tata kelola negara, peran Kesultanan Bima mengalami transformasi. Memasuki era modern, perlahan fungsi politik kesultanan digantikan oleh sistem pemerintahan republik. Pada tahun 1986, pemerintah Kabupaten Bima mengambil alih pengelolaan Asi Mbojo.

Istana yang dulunya menjadi pusat kekuasaan itu kemudian difungsikan ulang sebagai sebuah museum. Keputusan ini pada satu sisi menandai berakhirnya era kesultanan dalam fungsi politik, tetapi di sisi lain justru membuka jalan bagi pelestarian sejarah dan budaya Mbojo agar tetap hidup dan dapat dikenang oleh generasi mendatang.

Sejak menjadi museum, Asi Mbojo menghadirkan wajah baru sebagai ruang edukasi dan wisata sejarah. Koleksi yang ditampilkan di dalamnya mencakup benda-benda pusaka, pakaian adat, naskah kuno, hingga peninggalan pribadi para sultan. Setiap sudut museum menyimpan kisah tentang kejayaan masa lalu, sekaligus menjadi pengingat bahwa sejarah adalah fondasi yang tidak boleh dilupakan.

Bagi masyarakat Bima, Asi Mbojo bukan sekadar bangunan tua, tetapi sumber inspirasi untuk memahami siapa mereka, dari mana mereka berasal, dan ke mana arah langkah mereka menuju masa depan.

BACA JUGA:  Kembali Fokus ke Gaza

Hari ini, Asi Mbojo berdiri sebagai penanda identitas kebudayaan Mbojo. Ia mengikatkan masyarakat dengan akar sejarahnya, sembari membuka ruang bagi dialog dengan dunia luar. Kehadirannya sebagai museum memberi kesempatan bagi generasi muda untuk belajar tentang nilai kepemimpinan, kearifan lokal, dan dinamika sosial yang pernah berkembang di masa kejayaan Kesultanan Bima. Dalam dinding-dinding kayu yang kokoh, tersimpan pesan bahwa peradaban hanya akan bertahan jika diwariskan dengan penuh kesadaran.

Asi Mbojo juga menjadi destinasi wisata budaya yang mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Para pengunjung tidak hanya datang untuk melihat peninggalan sejarah, tetapi juga untuk merasakan atmosfer keagungan sebuah kerajaan yang pernah jaya. Suasana tenang, ornamen penuh makna, dan narasi sejarah yang terpatri dalam koleksi museum seolah mengajak setiap orang untuk merenungkan kembali arti sebuah warisan.

Dengan demikian, Istana Kesultanan Bima—Asi Mbojo—bukan hanya milik orang Bima, tetapi juga bagian dari kekayaan peradaban Indonesia. Ia adalah bukti bahwa sejarah tidak pernah benar-benar berakhir, melainkan terus hidup dalam ingatan kolektif, dalam bangunan yang dirawat, dan dalam jiwa masyarakat yang menjadikannya teladan.

BACA JUGA:  Akhir APBN 2024

Dari kejayaan Sultan Salahuddin hingga transformasi menjadi museum pada 1986, Asi Mbojo tetap berdiri, menjaga jati diri, serta menyampaikan pesan abadi: bahwa kekuasaan sejati adalah yang mampu meninggalkan jejak kebaikan bagi generasi mendatang.