Pendapatan negara hingga Mei 2025 mencapai Rp 995,3 triliun (33,1% dari target), sementara realisasi belanja negara sebesar Rp 1.016,3 triliun (28,1% dari target).
Pendapatan negara terdiri tiga komponen, yaitu penerimaan pajak (Rp 683,3 triliun), kepabeanan dan cukai (Rp 122,9 triliun) dan penerimaan negara bukan pajak (Rp 188,7 triliun). Crucial point-nya adalah kenyataan penerimaan pajak hingga akhir Mei 2025 ini turun sebesar 10,3% jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp760,38 triliun.
Penerimaan pajak tetap menjadi tumpuan pendapatan negara. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan oleh Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto, salah satu upaya untuk menaikkan penerimaan pajak adalah dengan meningkatkan rasio pajak. Hal tersebut didukung oleh data tahun 2024 yang menunjukkan rasio pajak sebesar 10,08% dari PDB. Angka ini turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10,31% PDB.
Pilihan lainnya adalah meningkatkan intensifikasi, ekstensifikasi, serta optimalisasi sektor-sektor potensial termasuk atas transaksi digital.
“Beberapa kerangka regulasi yang terkait dengan pemajakan sektor transaksi digital itu sudah kami selesaikan,” kata Bimo dalam konferensi pers APBN Kita (17/06 lalu) sebagaimana dikutif detikFinance.
Terkait Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax, Bimo menekankan perbaikan proses bisnis utama telah menunjukkan kemajuan signifikan, misalnya proses registrasi dan pembayaran di Coretax diklaim sudah stabil.
Sedang komponen belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat, yaitu belanja K/L (Rp 325,7 triliun) dan belanja non K/L (Rp 368,5 triliun), serta transfer ke daerah (Rp 322 triliun).
Kompenen belanja K/L terdiri dari belanjan pegawai Rp 123,9 tiliun, belanja bantuan sosial Rp 48,8 triliun, belanja modal Rp 55,6 triliun, dan belanja barang Rp 97,4 tiliun.
Pos komponen belanja non K/L berupa pembayaran pensiun hingga Mei 2025 sbesar Rp 82,7 triliun, subsidi Rp 66,1 triliun yang mencakup subsidi BBM, LPG 3 kg, listrik dan subsidi pupuk.
Meskipun demikian, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp 192,1 triliun. Angka ini naik signifikan dibandingkan surplus keseimbangan primer bulan lalu yang mencapai Rp 173,9 triliun. Surplus ini menandakan kas negara cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.
Sebagai informasi, keseimbangan primer merupakan total pendapatan negara dikurangi pengurangan negara di luar pembayaran utang.
Terkait pembiayaan utang, per 31 Mei 2025 Pemerintah telah melakukan penarikan sebesar Rp 349,3 triliun, setara 45% dari target APBN sebesar Rp 775,9 triliun.