Catatan Agus K Saputra
NusantaraInsight, Ampenan — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Lebih dari sekadar neraca pendapatan dan belanja, APBN adalah cerminan dari arah kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan, serta komitmen negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks inilah, kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menambah indikator kesejahteraan baru dalam APBN 2026 menjadi langkah penting yang patut diapresiasi.
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, dalam Sidang Paripurna pada 23 September 2025, menegaskan bahwa indikator baru yang dimasukkan meliputi: Gross National Income (GNI) per kapita, Indeks Kesejahteraan Petani, dan penciptaan lapangan kerja formal. Penambahan ini mencerminkan upaya serius untuk mengukur dampak pembangunan secara lebih komprehensif dan sesuai dengan tantangan zaman.
Catatan ini akan membahas makna dari indikator-indikator tersebut, serta mencoba melihat implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Gross National Income (GNI) per kapita adalah ukuran pendapatan rata-rata warga negara dalam satu tahun. Dalam APBN 2026, pemerintah menargetkan GNI per kapita sebesar US$ 5.520 atau setara dengan Rp 91,99 juta per tahun, atau kira-kira Rp 7,66 juta per bulan per orang.
Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan gambaran tentang daya beli masyarakat, akses terhadap kebutuhan dasar, serta posisi Indonesia dalam perekonomian global.
GNI per kapita sering digunakan Bank Dunia sebagai salah satu dasar untuk mengklasifikasikan tingkat pendapatan suatu negara, apakah masuk kategori berpendapatan rendah, menengah, atau tinggi. Dengan target tersebut, Indonesia berada pada jalur menuju kategori “upper middle-income country.”
Hal ini memberi sinyal positif bahwa pertumbuhan ekonomi yang dikejar pemerintah tidak hanya berhenti pada angka Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi juga memperhatikan distribusi hasil pembangunan dalam bentuk pendapatan rata-rata masyarakat.
Namun, penting dicatat bahwa GNI per kapita memiliki keterbatasan. Indikator ini tidak serta-merta mencerminkan distribusi pendapatan. Bisa saja rata-rata meningkat, tetapi ketimpangan masih tinggi. Oleh karena itu, GNI perlu dilengkapi dengan indikator lain yang lebih spesifik, seperti yang diusulkan dalam APBN 2026.
Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Jutaan keluarga menggantungkan hidup pada aktivitas bertani dan melaut. Selama ini, kesejahteraan petani dan nelayan diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). NTP menggambarkan rasio antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar untuk kebutuhan produksi dan konsumsi. Sementara itu, NTN mengukur kesejahteraan nelayan dengan cara serupa.