Hanya saja, berita yang diproduksi oleh mesin ini tidak memiliki sense of humanity. Beritanya ringkih dan rentan dari bias, framing, dan agenda setting, yang sayangnya tak melulu untuk kepentingan publik.
Ini mengingkari dua elemen penting dalam “9 Elemen Jurnalisme” Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2011). Bahwa (1) “kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran” dan (2) “loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)”. Sehingga, dapat dipastikan, produk jurnalistik yang dihasilkan AI bagai gelembung sabun yang mudah pecah.
Peraturan Dewan Pers
Kita patut memberikan apresiasi kepada Dewan Pers yang begitu responsif dan antisipatif terhadap praktik penggunaan akal imitasi yang sudah menjadi realitas sosial. Dewan Pers melalui Peraturan Nomor: 1/Peraturan-DP/I/2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik, begitu moderat mengakui adanya praktik penggunaan AI dalam media massa kita yang sudah berkelindan dengan media baru.
Dalam Bab III TEKNOLOGI, Pasal 4, peraturan tersebut bahkan dinyatakan bahwa setiap perusahaan pers bebas menggunakan berbagai jenis aplikasi kecerdasan buatan. Hanya saja, bagi saya, frasa yang digunakan dalam rumusan ini bukan “pers bebas” tapi “pers dapat”.
Sebab, penggunaan AI, bagi saya, hanya pilihan. Media dapat menggunakan AI sebagai alat bantu (tools), serta menunjukkan bahwa dia adaptif terhadap perubahan dan kemajuan teknologi.
Prinsip kehati-hatian dalam memperlakukan data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya, harus rigid dilakukan dengan menghormati hak cipta dan hak privasi setiap orang.
Media yang menggunakan AI tidak boleh beritikad buruk, menghindari hal-hal yang berbau cabul, bohong, fitnah, atau sadisme. Produk jurnalistiknya juga tidak boleh bersifat diskirimantif terhadap suku, ras, dan antar golongan (SARA), jenis kelamin, warna kulit, bahasa, dan kondisi ekonomi, maupun penyandang disabilitas.
Saya lebih suka menggunakan istilah produk jurnalistik tinimbang istilah karya jurnalistik yang digunakan Dewan Pers. Apa bedanya? Sebagai produk jurnalistik, pemanfaatan AI telah memberi tambah guna dan nilai tambah pada proses produksi berita.
Sementara karya jurnalistik merupakan hasil perbuatan dan ciptaan jurnalisnya. Jurnalis akan mencari, mengumpulkan, menulis, menyunting, dan mempublikasikan berita.
Ada aspek konfirmasi dan verifikasi, cross check, check and recheck, dan segala hal yang hendak mewujudkan trust terhadap profesi jurnalis dan media/perusahaan pers tempatnya mengabdi. Itulah mengapa disebut jurnalisme. Karena ada disiplin verifikasi yang tak boleh abai dilakukan.







br






