PAK HARTO, PAHLAWAN NASIONAL DAN KISAH KACAMATA MERAH MUDA

Kita bisa berterima kasih atas jembatan yang menolong banyak orang menyeberang, sambil tetap mencatat retakannya di hilir sejarah.

-000-

Saya kembali teringat kisah kacamata merah muda itu. Apa jadinya jika melihat realitas tanpa pakai kacamata yang bias.

Dunia kembali kontras: terang dan gelap berdampingan, sebagaimana adanya.

Begitu pula cara kita membaca Soeharto hari ini. Ia bukan sebagai malaikat yang tak pernah salah. Tetapi pak Harto juga bukan bayang yang tak punya jasa.

Kita menimbangnya sebagai manusia besar yang meninggalkan jejak besar: sebagian jejak membuka jalan, sebagian lain mengingatkan kita untuk berhati-hati melangkah.

-000-

Jika esok ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, biarlah bangsa ini menulis catatan kaki yang jujur: bahwa gelar itu bukan pemutihannya dari kesalahan, melainkan pelajaran.

Bahwa kita memilih menghormati jasa tanpa menutup mata atas luka.
Bahwa kedewasaan bukan melupakan, melainkan mengingat secara utuh.

-000-

Sejarah bukan album potret berisi gambar terbaik.
Ia adalah film panjang: cahaya dan bayangan, tawa dan tangis, salah dan betul, berkejaran di layar yang sama.

BACA JUGA:  Sehari Bersama Rupa Menyambut Idul Adha di Sanggar Seni Budaya BATUGARUMBING

Tugas kita bukan memilih adegan favorit, melainkan memahami seluruh alur, agar besok kita tak lagi mengulang babak yang mestinya sudah kita lewati.***

Jakarta, 7 November 2025

REFERENSI

1. R. E. Elson, Suharto: A Political Biography (Cambridge University Press), 2001

2. Daniel Kahneman, Thinking, Fast and Slow (Farrar, Straus and Giroux),” 2011

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/p/1FkzYGpuHD/?mibextid=wwXIfr

br