Obituari H.Masri Pulubuhu bin Armain Kami Dipertemukan Lagi Saat Suksesi

JELANG PEMILIHAN REKTOR UNHAS. H.Masri Pulubuhu menjabat tangan putrinya, Prof.Dr.Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. sebelum ke Kampus Tamalanrea, mengikuti kontestasi pemilihan rektor Unhas 17 Januari 2014. (Foto: Istimewa).
JELANG PEMILIHAN REKTOR UNHAS. H.Masri Pulubuhu menjabat tangan putrinya, Prof.Dr.Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. sebelum ke Kampus Tamalanrea, mengikuti kontestasi pemilihan rektor Unhas 17 Januari 2014. (Foto: Istimewa).

Seperti biasa, sebagai seorang wartawan, apalagi saat itu wartawan tidak “se-semut” sekarang ini, mudah sekali berkenalan dengan para pejabat. Apalagi media masih sangat terbatas dan “Pedoman Rakyat” masih merajai panggung informasi Sulawesi Selatan.

Rapat di kediaman beliau ini tidak hanya satu-dua kali, tetapi berkali-kali. Apalagi ketika itu, agenda kejuaraan bola voli di Sulsel sangat semarak, sehingga pengurus juga selalu harus siaga satu untuk menjadi pelaksana kegiatan. Dan, yang paling pasti, di bidang pemberitaan, Pak Kabul selalu menempatkan saya sebagai ujung tombak bersama teman-teman yang lain.

Ketika Pak Masri Pulubuhu pindah tugas ke Jakarta dan digantikan oleh Pak Ahmad Amam, posisi saya tetap bertahan. Rapat PBVSI Sulsel pun masih kerap dilaksanakan di kediaman pejabat Pimwil BRI Sulsel.

Tatkala berlangsung PON XI Tahun 1985, saya sebagai wartawan “Pedoman Rakyat” ikut meliput. Pak Kabul sebagai Panitia PON Sulsel pun ikut. Pada suatu malam, kami beberapa orang wartawan bersama Pak Kabul jalan-jalan ke kediaman Pak Masri untuk bersilaturahim, sekalian mengobati rasa rindu setelah berpisah beberapa waktu sebelumnya.
Pak Masri memang berpesan jika mengikuti PON XI jangan lupa menyambanginya.

BACA JUGA:  PUASA DAN MANAJEMEN KEBAHAGIAAN

Kalau tidak salah, beliau waktu itu tinggal di sekitar Cipinan, Jakarta Timurg. Saya juga tidak hafal jalan apa. Soalnya, penunjuk jalan ada pada Pak Kabul dan pengemudi taksi. Kami wartawan Sulsel yang seluruhnya wartawan olahraga, hanya ikut saja. Saat itu kontingen Sulawesi Selatan berhasil meraih peringkat cukup membanggakan, VI, dengan perolehan medali 20 emas, 32 perak dan 40 perunggu.

Bertemu di Suksesi

Sejak peristiwa 1985 itu, saya putus komunikasi dengan Pak Masri. Lagipula, Pak Kabul sudah meninggal dunia setelah beberapa tahun bersama saya di Pengurus KONI Sulsel dan terakhir bersama-sama mengikuti PON XVII/2008 di Kalimantan Timur.
Pada tanggal 17 Januari 2014, berlangsung pemilihan Rektor Universitas Hasanuddin yang terakhir dilakukan oleh Senat Unhas di Baruga Andi Pangerang Petta Rani Kampus Tamalanrea. Prof.Dwia sebagai salah seorang kandidat yang masuk tiga besar (bersama Andi Wardihan Sinrang, alm.,) dan Irawan Yusuf, juga hadir. Melihat Prof.Dwia didampingi seorang pria yang sudah berusia lanjut, saya menyambanginya dan meyakini itu adalah ayah Prof.Dwia, Pak Masri Pulubuhu, nama yang selalu lengket dalam ingatan masa lalu saya di urusan bola voli.

BACA JUGA:  Kedai Kopi, Teori Tempat Ketiga, dan Ruang Kreativitas

“Saya dulu sering rapat Bola Voli di kediaman Bapak, ketika menjabat Pimpinan Wilayah BRI Makassar,” kata saya sembari menjabat tangannya dan menjelaskan asal media tempat saya bekerja.