Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
NusantaraInsight, Makassar — Seorang pekerja kreatif selalu punya keunikan dan sudut pandang berbeda dalam melihat sesuatu. Objek boleh sama, tapi pengembangan ide dan bagaimana mengeksekusinya bisa berbeda.
Itu pula yang saya temukan pada diri sahabat saya, Nasrul. Nama lengkapnya Muhammad Nasrul, lahir di Makassar, 13 Desember 1969. Meski orangnya tampak pendiam dan tak banyak bicara, tapi dia punya wawasan yang luas. Dia juga pembaca buku yang tekun.
Sejak kecil dia sudah berkenalan dengan buku-buku dan majalah. Bapaknya seorang pendidik dan kontraktor. Bahkan dulu Kepala Sekolah SD Muhammadiyah. Buku petualangan, seperti Tom Sawyer versi tipis untuk anak SD, sudah dibaca sejak kanak-kanak. Belakang ia baru tahu kalau ada versi tebalnya. Setelah itu ia melahap buku cerita Kelompok Lima Sekawan.
Alumni D3 Akademi Teknologi Industri Makassar (ATIM) ini juga punya jejaring ke beberapa kalangan. Mulai seniman, jurnalis, dan pekerja kreatif. Saya bisa mengenal perupa AH Rimba dari dia. Pak Nas, begitu saya memanggilnya, juga yang membawa saya ke Etika Studio, sebuah kafe yang juga berfungsi sebagai working space dan ruang publik bagi aneka pertunjukan seni dan budaya.
Pak Nas mulai terlibat di media sejak tahun 2001. Mantan wartawan Makassar Terkini ini pernah menggarap media internal beberapa perusahaan di antaranya majalah Mari ke MaRI (Mal Ratu Indah), yang terbit bulanan. Majalah ini, baik desain maupun kontennya, ditangani selama 11 tahun. Salah satu rubriknya, yakni “MaRI Keliling Makassar”. Sejak saat itu dia rutin menulis tentang kota ini. Media lain yang digarap adalah tabloid Star City (PT Bentoel), Kalla Media (PT Haji Kalla), majalah Paripurna (DPRD Kota Makassar), dan majalah ALIR, terbitan DAS Jenenerang (Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan).
Kesederhanaan dan kejeliannya bisa dilihat pada “Kamus Asal” yang dengan tekun disusunnya. Memang “Kamus Asal” yang menangkap fenomena sosial penggunaan bahasa slang di kalangan anak muda atau warga Makassar ini, belum dibukukan. Namun, ia jadi penanda bahwa seorang Nasrul juga punya selera humor yang baik.
Slang, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti. Ada pula yang menyebutnya bahasa prokem. Kamus bahasa prokem yang cukup terkenal disusun oleh Debby Sahertian, salah seorang personel Lenong Rumpi.