Momon, Tukang Catut Bioskop, dan Al Pacino

Diakui, ada jenis-jenis film tertentu yang banyak mengundang tukang catut. Misalnya, kalau di Bioskop Roxy, jenis film mandarin, terutama kung fu, bakal banyak tukang catut di sana. Film-film India juga kerap diincar dan menjadi ‘rezeki’ para tukang catut ini.

“Ada cerita tentang orang sangngo (bindeng). Dia ditanya oleh pembeli tiket, pakai bahasa Makassar. Pelleng apa ni karenang anne? Orang sangngo itu menjawab, habbulamanu, yang terdengar seperti makian dalam bahasa Makassar. Orang yang bertanya sontak marah. Dia pun balas memaki pakai bahasa Makassar,” kisah Iwan Azis tak kuasa menahan geli.

Padahal, judul film itu, “Kabut Bulan Madu”. Setelah dijelaskan duduk perkaranya, damailah kedua belah pihak. Film “Kabut Bulan Madu” merupakan produksi tahun 1972.

Film yang ditujukan untuk penonton 17 tahun ke atas ini, dibintangi oleh Rachmat Kartolo, Tutie Kirana, dan Farouk Afero.

Ada juga cerita lain, lanjut Iwan Azis. Seorang calon penonton mau masuk Makassar Theatre. Kebetulan sudah akrab dengan penjaga pintunya. Dia pun memberi kode ke penjaga pintu. Setelah itu dia memanggil temannya. Begitu masuk, dia ditempeleng oleh polisi.

BACA JUGA:  Petualangan Spiritual Tak Berujung Syahriar Tato

Orang itu kemudian lari ternbirit-birit ke atas becak, yang girnya sudah dol. Sekuat tenaga dia mencoba mengayuh becak yang lagi diparkir itu. Apesnya, becak itu tidak bisa jalan. Begitulah, kata dia, risikonya orang yang mau menonton tapi tidak punya uang.

“Nah itulah anekdot-anekdot seputar tukang catut dan penonton bioskop di masa lalu. Pada tahun-tahun itu, aturan masuk bioskop memang tegas. Orang mau nonton, dilihat baik-baik fisiknya, apakah sudah cukup umur atau belum. Kadang diperiksa kartu pelajar,” lanjut Iwan Azis.

Kalau perempuan, katanya, tidak boleh mengenakan rok mini dan memakai selop tinggi. Supaya ciri fisiknya jelas terlihat. Meski begitu, penonton tak kurang akal agar tetap bisa masuk bioskop.

Sebagai pertanda bahwa betapa semangatnya orang-orang di masa itu ke bioskop untuk mendapatkan hiburan. Bahkan menonton film di bioskop jadi hiburan utama.

Pernah, kisah Iwan Azis, akan diputar film untuk usia 17 tahun ke atas. Beberapa remaja lolos, dikasi masuk, walau tak cukup umur. Setelah film ekstra diputar, lampu dinyalakan. Ruangan bioskop menjadi terang.

BACA JUGA:  Merdeka Belajar Problem Pendidikan kekinian.

Razia penonton yang belum cukup umur pun dilakukan. Mereka yang masih kategori remaja ini lalu dikeluarkan. Namun, sebentar mereka masuk lagi. Itu karena petugas yang tadi melakukan razia, sudah pergi meninggalkan bioskop.

Beliau lalu menyebut beberapa nama penjaga pintu bioskop di masa itu. Ada yang dipanggil Pakleo di Bioskop Sampurna. Orangnya berkulit hitam, tapi disebut Pakleo, yang dalam bahasa Makassar berarti kapur putih. Ada juga Mak Lompo di Makassar Theatre, yang berbadan besar, dengan ciri kebaya.