Menjadi Kreatif dengan Menulis

Kreatif dengan Menulis
Rusdin Tompo

Bicara media digital, lanjutnya, berarti kita berbicara media baru (new media) yang memiliki ciri saling keterhubungan, akses terhadap khalayak di mana individu sebagai penerima sekaligus sebagai pengirim pesan, juga interaktivitas, serta kegunaan yang beragam, terbuka, dan ada di mana-mana. Ciri media digital yang disampaikan oleh pakar komunikasi massa, Denis McQuail, itu masih ditambah lagi dengan ciri lainnya, seperti hypertekstual, yang bisa dilihat pada potongan-potongan teks yang bisa diakses ke situs lainnya, dispersal atau menyebar, virtuality yang memungkinkan kita berhadapan dengan objek secara virtual, serta ciri simulasi, yakni peniruan dari suatu yang nyata tapi diberi efek agar dramatis.

Kepada peserta, dia lantas mengajukan pertanyaan, mengapa kita perlu kreatif dengan menulis? Dijawab sendiri bahwa kita bisa menggunakan pendekatan budaya Sulawesi Selatan, siri na pacce, sebagai alasannya. Alasan menulis sebagai siri, yaitu malu kalau tidak punya karya, tidak berkontribusi lewat pemikiran dan tulisan. Sedangkan motif pacce atau pesse, akan mendorong kita menulis sebagai kepedulian, panggilan, dan tanggung jawab. Di samping itu, kita menulis juga sebagai upaya meningkatkan kapasitas dan eksistensi diri kita, untuk posisi tawar, prestasi dan prestise, sebagai personal branding, dan legacy.

BACA JUGA:  Keunikan Masjid Kayu Kapal Munzalan Bulukumba

“Di era digital, ada banyak pilihan untuk mempublikasikan tulisan-tulisan kita, baik melalui akun medsos, portal, maupun platform digital lainnya,” papar Rusdin.

Untuk menjaga mood agar tetap kreatif, bisa dengan cara mengikuti kegiatan untuk meningkatkan kapasitas diri melalui pelatihan, seminar, workshop dan lain-lain. Juga membiasakan membaca dan berdiskusi, nongkrong, nonton, ngopi, bersinergi dan kolaborasi, atau bergabung dalam komunitas-komunitas yang bisa memberi motivasi untuk terus menulis.

“Ide tulisan itu, bisa dari alam lingkungan, benda-benda sehari-hari, anggota tubuh kita, dan lain-lain. Coba lihat Joko Pinurbo, yang menjadikan celana, telepon genggam, dan peralatan di rumah sebagai tema puisi-puisinya,” jelas Rusdin, yang puisinya “Panggil Aku Daeng dan “Mantra Cinta” diperdengarkan di sela-sela kegiatan workshop.

Karena ini kegiatan workshop, peserta diberi tantangan menulis dalam tempo yang singkat. Metodenya sederhana saja, sehingga mereka berani menulis dan membacakan karya-karyanya itu. Dia memuji tulisan peserta dan mendorong mereka agar rajin dan rutin menulis. Melalui pembiasaan menulis, dia meyakinkan peserta bahwa mereka akan terus berkembang dan bisa menemukan gaya dan ciri kepenulisan sendiri.