Sesekali saya juga melakukan live report, menggunakan telepon umum koin, yang tak jauh dari situ.
Bila kembali ke kantor, Bambang Yuliarto, bos kami di Radio Bharata FM, menyampaikan bahwa beliau melihat saya di TV, atau lebih tepatnya melihat tape recoder saya menyembul di antara mik reporter stasiun-stasiun TV yang bersiaran secara nasional.
Beliau bisa mengenali tape recoder merek Aiwa itu karena sudah diberi stiker sehingga mudah dikenali bila tersorot kamera TV. Saya memang sengaja menghadapkan sisi yang ditempeli stiker, setiap kali ikut wawancara dengan teman-teman wartawan TV.
***
Eskalasi aksi massa terus memuncak pada tanggal 20 Mei 1998, saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Massa mahasiswa tidak saja berorasi di jalan atau di titik-titik yang sudah saya ceritakan. Mereka juga mendatangi stasiun RRI di Jalan Riburane dan stasiun TVRI di Jalan Kakatua (sekarang Jalan Padjonga Daeng Ngalle).
Ada pemandangan mengharukan melihat dukungan warga terhadap mahasiswa yang tengah melakukan aksinya. Sejumlah warga memberikan air miner, dengan cara melemparkannya ke atas truk yang kami tumpangi.
Saya ikut bersama mereka karena tidak punya kendaraan sendiri. Jadi untuk kepentingan praktis, saya ikut naik di kendaraan yang mereka tumpangi. Dengan begitu, saya bisa mendapat gambaran, bagaimana aksi mereka dan apa yang menjadi tuntutannya.
Setelah berkeliling melakukan liputan, saya akan kembali ke kantor di Jalan Rajawali untuk membuat materi SKETSA. Suatu hari, saya mendapati Adham Hermanto dan Ancha, duduk-duduk di depan kantor, yang diteduhi pohon mangga. Kepada keduanya saya sampaikan, “Para demonstran tidak ke sini, karena sudah diwawancarai hehehe.”
Soeharto akhirnya menyatakan berhenti, pada tanggal 21 Mei 1998. Penguasa Orde Baru yang dijuluki The Smiling General itu, meletakkan jabatannya sebagai Presiden Indonesia, setelah lebih tiga dekade mengendalikan kekuasaan. BJ Habibie dilantik pada hari itu juga, sebagai Presiden RI ke-3.
Berakhirnya rezim Orde Baru ini membawa angin segar bagi dunia penyiaran, khususnya radio-radio swasta. Karena setelah itu diberi kelonggaran untuk memproduksi karya jurnalistik sendiri, tidak lagi melulu relay dari RRI, yang kala itu masih jadi corong pemerintah. (*)