Sepeda motor, mobil-mobil pribadi hingga truk-truk ditumpangi sambil membawa bendera merah putih, bendera almamater, pataka-pataka, spanduk dan poster-poster. Mereka meneriakkan yel-yel tuntutan Reformasi, yang berarti turunkan Soeharto.
Padahal Jenderal TNI (Purn) HM Soeharto belum lama dilantik oleh MPR RI sebagai Presiden RI untuk periode 1998-2003.
Beliau tepatnya dilantik pada tanggal 10 Maret 1998 di Gedung DPR/MPR, sebagai Presiden, didampingi oleh Prof Dr Ir (Eng) BJ Habibie, sebagai Wakil Presiden.
Terpilihnya kembali Soeharto untuk ketujuh kalinya, memunculkan ketidakpuasan publik. Pasalnya, sejak 1997 Indonesia dihantam badai krisis ekonomi yang berakibat melemahnya rupiah, meluasnya pengangguran dan kemiskinan.
Buruknya kondisi ekonomi berkelindan dengan krisis politik. Gelombang tuntutan pun tak bisa dibendung. Semua aksi demo itu menggemakan koor yang sama, pergantian rezim yang otoriter dan represif.
Tuntutan Reformasi, kala itu, mencakup 6 (enam) agenda, yakni adili Soeharto dan kroni-kroninya, laksanakan amandemen UUD 1945, hapuskan dwi fungsi ABRI, laksanakan otononi daerah, tegakkan supremasi hukum, dan ciptakan pemerintahan bersih dari KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme).
Kilometer 4, yang merupakan titik persilangan Jalan AP Pettarani, Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, serta jalan tol yang belum lama rampung dibangun, juga jadi salah satu tempat favorit demonstran. Kelak nama jalan tol ini disematkan sebagai Jalan Tol Reformasi.
Aksi-aksi digelar di sini, lantaran aksesnya dekat ke Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, dua institusi yang kerap juga jadi sasaran pengunjuk rasa menyuarakan aspirasinya. Di kawasan yang belakangan terdapat fly over (jalan layang) itu juga banyak berdiri institusi pemerintah.
Monumen Mandala juga jadi salah satu titik aksi massa. Lokasinya yang berada di jalan protokol dan jantung kota, membuat monumen yang dibangun untuk mengenang sejarah pembebasan Irian Barat dari cengkeraman Belanda ini mudah diakses, termasuk bila menggunakan angkutan kota pete-pete.
Mahasiswa yang melakukan aksi tuntutan Reformasi di sini malah lebih beragam, berasal dari lintas kampus. Itu terlihat dari jaket almamater yang mereka kenakan, hijau, kuning, merah, biru, dan warna-warna lain dengan logo yang tersemat di dada atau lengannya.
Setiap kali berada di tengah massa aksi, saya selalu memperhatikan para orator atau dedengkotnya. Supaya sebentar bisa diwawancarai untuk kepentingan program acara SKETSA, seputar kehidupan kota besar.