L.E.Manuhua : Lolos Berkat Kamera Tanpa Film

Manuhua
Presiden Soeharto menyerahkan tanda penghargaan Bintang Mahaputra Utama kepada L.E.Manuhua di Istana Negara 15 Agustus 1994. (Foto: Dok.Buku).

Setelah Soegardo diusir pemerintahan NIT, karena Mingguan Pedoman yang dipimpinnya tidak disenangi Belanda. Pimpinan Pedoman pun beralih ke Henk Rondonuwu.

Tokoh ini kemudian ditangkap Belanda lantaran media yang dipimpinnya dianggap menghina Ratu Belanda, Juliana. Rondonuwu pada tahun 1948 dipenjara tiga bulan.

Pada tanggal 17 Agustus 1948, selain Mingguan Pedoman, juga terbit media baru yang diberi nama Pedoman Harian. Kedua media ini dipimpin Rondonuwu. Gara-gara dia ditahan, Mingguan Pedoman yang semula tengah bulanan menjadi mingguan, mandek terbit. Pedoman Harian yang terus terbit. Manuhua pun mengambilalih kepemimpinan media tersebut setelah Rondonuwu mengundurkan diri.

Setahun kemudian (1949), di samping Pedoman Harian, juga diterbitkan Mingguan Pedoman Nusantara. Media terakhir ini merupakan kolaborasi dari tiga media, Pedoman, Mingguan Nusantara, dan Mingguan Pedoman Wirawan.

Nama ini sebenarnya merupakan gabungan rubrik Pemuda (pada Mingguan Pedoman) dengan Majalah Pemuda Wirawan. Semua media ini diterbitkan Badan Penerbit Nasional Pedoman.

Harian Pedoman Rakyat mulai terbit dengan nama itu hingga ‘menemui ajal’-nya mulai November 1950 yang merupakan gabungan dari seluruh media yang ada.

BACA JUGA:  Founder K-Apel Ajak Pak Camat Coblos Ini

Manuhua pun bertindak sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi hingga akhir hayatnya, 25 November 2003.

Manuhua termasuk salah seorang yang membidani berdirinya organisasi wartawan Indonesia, PWI Cabang Sulawesi Selatan dan Tenggara tahun 1948.

Tetapi sebagai anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) baru tercatat tahun 1954. Nomor Kartu Pers/PWI 23. 0092. 54. P /23. 0168. 53. B.
Lelaki dengan hobby olahraga berburu ini menjalani pendidikan formal di Balai Pendidikan (Taman Siswa) di Ambon pada tahun 1933-1941. Setelah pindah ke Makassar, dia mencoba melanjutkan pendidikan di Fakultas Sosial Politik Universitas Hasanuddin tahun 1960. Namun pada tahun 1964, dia memutuskan berhenti kuliah dan memilih bergelut seratus persen di bidang pers.

Meski termasuk drop out pendidikan formal universitas, Manuhua tak pernah berhenti mengikuti berbagai pendidikan nonformal dan latihan. Misalnya saja, Diklat P4 Tingkat Nasional di Jakarta pada tahun 1979, dan Orpadnas Ujungpandang (1988), serta seabrek seminar, lokakarya, simposium, dan diskusi yang tentu saja beragendakan masalah pers dan penerbitan pernah diikutinya.

BACA JUGA:  Ahmad Yani, Awardee LPDP Asal Sulsel Jadi Wisudawan Terbaik UGM

Suami Johanna Leonora Wacano (meninggal dunia tahun 1996), telah menjalani pekerjaan di media pers dalam rentang waktu yang cukup panjang.

Sebelum ke Makassar, antara tahun 1943-1947, dia menjabat sebagai Redaktur Sinar Matahari dan Masa di Ambon. Setelah hijrah ke Makassar, dia dipercaya sebagai Wakil Pimpinan Antara yang dipegangnya antara tahun 1947-1952. Kemudian, akhirnya menjadi Pimpinan Antara Makassar (1967-1970).

br
br