Kota Pala Kota 1000 Kenangan

By Rahman Rumaday

“Tak banyak kata terucap, namun hati saling terikat dalam silaturahmi.”~ kata bijak

NusantaraInsight, Makassar — Di antara derasnya arus modernisasi dan canggihnya teknologi, ada sesuatu yang tara bisa tergantikan oleh layar digital, sekencang apa pun koneksi internet menghubungkan kitorang. Itulah silaturahmi sebuah ikatan yang mengalir di antara hati manusia, yang bernama makhluk sosial ia menghubungkan kasih sayang yang taraputus oleh ruang dan waktu.

Alhamdulillah, di hari yang penuh keberkahan, Jumat, 21 Februari 2025, dengan izin Allah SWT saya dapat bersilaturahmi dengan saudara-saudara saya dari Fakfak, Papua Barat, secara langsung tanpa sekat jarak, mereka suami istri datang dari Fakfak untuk menghadiri acara wisuda anak mereka di Makassar. Sungguh pertemuan yang begitu bermakna, karena sudah lebih dari 14 tahun kami tidak bersua sejak terakhir kali saya ke Fakfak dari Makassar tahun 2009 dalam rangka liburan.

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. ~ Al- Hujurat : 13

BACA JUGA:  Yang Menarik dari Porwanas XIV: ADU 'DOMINO TERTUTUP'NYA ORANG BANJAR....

Kami bukanlah saudara dalam darah, tetapi kami adalah saudara dalam cita dan keyakinan, disatukan oleh ukhuwah yang menumbuhkan rasa seakan kami berasal dari rahim yang sama.
Ada ruh yang menyatukan kami, mengajarkan bahwa saudara sejati bukan hanya tentang kesamaan nasab, melainkan tentang kebersamaan dalam perjuangan dan nilai.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara……” ~ Al-Hujurat : 10

Dalam kurun waktu yang panjang, interaksi kami hanya sebatas kata-kata di layar digital, sapaan singkat di media sosial. Namun hari ini, Allah menghadiahkan pertemuan yang lebih dari sekadar pertukaran pesan dan cerita, sebuah perjumpaan yang menghidupkan kembali kenangan dan kerinduan akan tanah yang pernah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya, tanah bersejarah tanah sejuta jejak.

Di teras rumah tempat mereka menginap sementara, kami berbincang tentang Fakfak yang kini kian bersolek. “Kotanya sudah banyak berubah,” kata Bu Ratmi dan Ust. Iswahyudi, “tak seperti dulu lagi. kota Fakfak telah banyak mengalami perubahan baik dari segi pembangunan fisik maupun SDM. Dulu, wajahnya sederhana, tetapi kini ia menjelma menjadi kota yang cantik, menawan bak gadis yang berlenggak-lenggok dengan pesona khasnya.” Saya tersenyum, membayangkan kota kecil dengan semboyan “Satu Tungku Tiga Batu”, tempat keberagaman tidak pernah menjadi jurang pemisah, melainkan jembatan yang menyatukan kasih dan persaudaraan.