Bahkan, kami di Ambon, jika sedang berkumpul sambil bernyanyi, lagu-lagu Iwan Tompo sering juga kami dendangkan, di antaranya lagu “Jera’nu Mami”, yang memang sangat populer pada masanya.
Orang sering bertanya, apakah saya memiliki hubungan keluarga dengan Iwan Tompo atau tidak. Pertanyaan itu saya maklumi, mungkin karena di nama saya juga ada “Tompo”. Sehingga, mereka bertanya demikian.
Kesempatan itu akhirnya datang, saat penyelenggaraan KPID Award 2011. KPID Award merupakan ajang pemberian penghargaan bagi program dan insan penyiaran radio dan televisi di Sulawesi Selatan.
Tema “Kemilau Pariwisata Sulawesi Selatan” yang diusung Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan, kala itu, sangat pas dengan lagu-lagu daerah yang dinyanyikannya. Sebagai Ketua KPID Sulawesi Selatan, saya pun merekomendasikan Iwan Tompo untuk diundang sebagai salah satu pengisi acara.
Iwan Tompo diakui sebagai representasi pelaku seni budaya Sulawesi Selatan. Panggung KPID Award 2011 yang mengusung tema kepariwisataan, termasuk wisata budaya, serasa pas dengan sosoknya.
Malam Anugerah KPID Award 2011, yang merupakan perhelatan KPID Award ke-6, diadakan di Ballroom Graha Pena, Makassar, pada 16 Desember 2011. Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan, ketika itu, HM Syuaib Mallombasi, menyampaikan bahwa pariwisata itu butuh promosi dan promosi yang relatif efektif dilakukan melalui media, termasuk media penyiaran.
Untuk memenuhi rasa penasaran banyak orang, di atas panggung KPID Award 2011, Faiz Faizal, yang berpartner dengan Nurul Faidah Anwar sebagai MC, secara berseloroh, mengajukan pertanyaan, “Apakah Iwan Tompo bersaudara dengan Rusdin Tompo?”
Pertanyaan itu disampaikan langsung, usai beliau bernyanyi.
Saya ingat, Iwan Tompo menjawab singkat, “Rusdin Tompo itu teman.”
Kami memang berteman di Facebook, di dunia maya. Dalam keseharian, saya tidak terlalu mengenal dekat beliau, selain melalui karya-karyanya.
Selama ini, saya hanya mendengar beliau bernyanyi melalui tape recorder atau melalui siaran radio. Saya sangat ingin melihatnya bernyanyi live di atas panggung.
Malam itu beliau tampil dalam balutan busana adat yang kental: songkok guru, jas tutup, dan lipa’ (sarung) sabbe’. Warna keemasan yang dikenakannya memancarkan aura kebintangannya.
Sayang, honornya belum bisa langsung dibayarkan karena terkait dengan pencairan anggaran. Penyelenggaraan KPID Award 2011 di pengujung tahun, rupanya berdampak pada pembayaran honorarium yang baru bisa diberikan pada awal tahun 2012.
Pembayaran ‘utang’ honor itu terasa mendesak dan penting lantaran ada kabar yang menyebutkan bahwa Iwan Tompo sedang terbaring sakit. Honorarium yang jumlahnya tidak seberapa itu diantarkan oleh staf KPID Sulawesi Selatan, Syukri Yanci, yang diterima langsung oleh Iwan Tompo di rumahnya.