KHOTBAH FILSAFAT HIDUP LEWAT LAGU

Bagaimana rasanya?
Hidup sendirian
Tanpa arah pulang
Seperti seseorang yang tak dikenal
Seperti batu yang terus berguling?”

Dulu kau menunggang kuda besi bersama diplomatmu
Yang membawa kucing Siam di bahunya.

Bukankah menyakitkan saat kau akhirnya menyadari.
Bahwa dia sebenarnya bukan seperti yang kau kira.
Setelah dia mengambil darimu segala yang bisa ia curi?”

Lagu ini bukan hanya sekadar narasi tentang kejatuhan. Ia juga tentang pengkhianatan.

Dulu, ada kawan-kawan berpengaruh yang selalu mendampinginya, para diplomat dengan jas mewah, para petinggi yang menyeringai sambil memelihara kucing anggora di bahu mereka.

Tapi semua itu hanya ilusi. Saat segalanya direnggut, mereka pun pergi, meninggalkan dirinya terkapar dalam kehampaan.

Dan betapa menyakitkan ketika kesadaran itu tiba. Ketika ia akhirnya mengerti bahwa mereka yang dulu ia percayai ternyata hanya pencuri yang mengambil segalanya. Bahwa dunia yang selama ini ia pijak hanyalah fatamorgana.

-000-

Ketika film selesai, saya merasa seperti baru saja mendengarkan sebuah khotbah.

Tapi ini bukan khotbah dari altar atau mimbar. Ini khotbah dari panggung konser yang dipenuhi kabut rokok dan sorakan penonton.

BACA JUGA:  USTAD Dasad Latif Membangun Masjid Demi Sang Ibunda

Bob Dylan mengajarkan kita bahwa hidup adalah perjalanan tanpa peta. Tidak ada jawaban pasti, tidak ada rumah yang benar-benar tetap.

Kita semua seperti batu yang berguling. Kita terkadang terluka, tapi terus bergerak. Karena diam berarti mati.

Di dunia yang terus berubah, kita hanya memiliki dua pilihan: ikut bergerak, atau terjebak dalam kenangan yang semakin usang.

Kitapun teringat filsafat eksistensialisme yang melihat hidup seperti mitos Sisyphus. Di lereng tak berujung, Sisyphus mendorong batunya sekali lagi. Ia tahu, batu itu akan jatuh, seperti kemarin, seperti esok yang tak berbeda. Tapi ia tak lagi bertanya mengapa.

Dalam denting gitar Dylan, ia menemukan jawaban yang bukan jawaban. Ini hanya perjalanan tanpa peta, hanya langkah yang terus bergerak.

Hidup bukan soal mencapai puncak, bukan soal menang atau kalah, melainkan keberanian untuk mendorong batu itu, jatuh, bangkit, dan melangkah lagi.

Dalam absurditas ini, dalam lagu yang tak pernah selesai, kita menemukan kebebasan: bukan karena dunia memberi arti, tapi karena kita menciptakannya sendiri.***

BACA JUGA:  Dr Ahmad Abdul Azis Dokter Orthopedi Cari Jalan Jihad di Gaza

Jakarta, 2 Maret 2025

CATATAN:

(1) Lagu Bob Dylan adalah puisi yang mendalam. Itu sebabnya ia memperoleh Nobel Sastra.

The New York Times: Bob Dylan Wins Nobel Prize, Redefining Boundaries of Literature

br