(Saya sempat mewawancarai Nakhoda KM Tampomas II Capt. Rivai bersama almarhumah Kak Zohra Andi Baso di kamarnya dalam pelayaran Ujungpandang-Jakarta, November 1980.
Saat saya minta foto bertiga usai mencicipi ‘pisang epek’ yang disajikan kepada kami, Capt. Rivai menolak. Mungkin tak enak dengan kami, akhirnya dilayaninya.
Dia duduk di tengah di sofa kamarnya. Kisah wawancara disertai foto kami bertiga ini, saya muat di “Pedoman Rakyat” setelah KM Tampomas II tenggelam dan sekembali dari mengikuti Porseni Mahasiswa di Manado, 31 Januari 1981).
Pembajakan Woyla
Panda Nababan sempat tidak percaya tentang pembajakan pesawat Garuda Woyla ini. Soalnya, sumbernya dari Steve Rompas, yang wartawan olahraga.
Mak Karundeng, Wapemred SH pun menjelaskan kronologisnya. Kata dia, Steve Rompas sedang mengikuti rapat pengurus karate yang juga dihadiri Leo Lopulisa, Pangkostrad kala itu dan Soegiri, Dirjen Perhubungan Udara.
“Ada pembajakan pesawat,” bisik Soegiri kepada Leo Lopulisa saat pamit dan Steve Rompas sempat mendengarnya. Panda pun percaya. Ini A-1, kualifikasi sangat dapat dipercaya.
Satu tim yang terdiri atas reporter yang bertugas pada instansi terkait, seperti di kantor Garuda, Hankam, Kopkamtib, dan Kepolisian, dikerahkan untuk mengendus informasi. Seluruh reporter melaporkan, hasilnya nol. Tidak ada informasi mengenai pembajakan itu. Semua informasi tertutup.
Panda yang berpengalaman membongkar manipulasi di Bandara Halim Perdanakusumah tidak kehabisan akal. Di bandara ini ada menara pengatur lalu lintas perhubungan udara, Jakarta Tower. Nomor teleponnya dengan mudah dia dapat.
“Halo, di sini Kolonel Sofyan dari Satgas Intel Kopkamtib. Catat nomor telepon saya. Ini nomornya,” kata Panda sambil menyebut nomor telepon di Markas Kopkamtib di Jalan Medan Merdeka Barat.
“Siapa yang bertugas di situ? Saya ingin tahu informasi perkembangan pesawat yang dibajak. Posisi pesawat sekarang di mana?,” seru Panda dari balik telepon dan petugas menara yang mendengar kata-kata Satgas Intel Kopkamtib tak lagi tanya dan langsung memberikan informasi perkembangan peristiwa pembajakan itu.
Dalam wawancara melalui telepon selama 15 menit, Panda Nababan sudah memperoleh informasi lengkap mengenai pembajakan itu.
Begitu ampuh menjual nama Satgas Intel Kopkamtib dengan menyebut nama sang kolonel tadi yang dia pungut tiba-tiba saja. Dia tidak tahu apakah nama itu ada di Satgas Intel Kopkamtib atau tidak. Yang jelas, dia yakin mustahil petugas menara akan menanyakannya ke sana.
Begitu usai menelepon dari kantor, Panda melihat suasana redaksi mencekam. Teman-temannya merubung Panda saat menelepon atas nama Kolonel Sofyan. Setelah gagang telepon diturup, dia berteriak keras.
“Headline sudah dapat!!!”.