KEMARAHAN SETENGAH HATI DARI SULAWESI

– Pengantar buku Kumpulan Penulis Satupena Sulawesi: Jejak, Luka, Cahaya

Oleh Denny JA

“Apakah kau pernah melihat Ismail, ayahku?”

— Hamri Manoppo, Yang Tercecer di Perang Permesta

NusantaraInsight, Jakarta — Puisi esai Hamri Manoppo membuka jendela pada satu wajah sejarah. Anak itu bernama Amir yang bertanya tanpa henti tentang ayahnya yang hilang di hutan Permesta.

Sejarah resmi hanya mencatatnya sebagai “pemberontakan,” sebuah catatan kaki dari Republik muda.

Namun bagi Amir, Permesta bukanlah sekadar peristiwa politik. Ia adalah momen kehilangan ayah. Ia adalah sepi yang diwariskan turun-temurun.

Pertanyaan anak itu—di manakah ayahku?—lebih tajam dari desingan peluru.

Ia melubangi dinding kokoh narasi negara dan menghadirkan wajah manusia dari sebuah konflik.

-000-

Membaca puisi esai Hamri Manoppo tentang drama kemanusiaan Permesta di Sulawesi, saya teringat sebuah buku sejarah.

Barbara S. Harvey, dalam karyanya Permesta: Half a Rebellion, menuliskan Permesta dengan ketelitian riset akademis.

Ia menyingkap lapisan-lapisan politik, militer, dan rasa kecewa daerah terhadap pusat.

BACA JUGA:  CIVIL SOCIETY BARU BERNAMA OJOL

Permesta lahir dari Piagam Perjuangan Semesta, dibacakan 2 Maret 1957 di Makassar.

Kolonel Alex Kawilarang bersama Ventje Sumual dan tokoh militer lain menuntut reformasi: pemerataan pembangunan, restrukturisasi angkatan bersenjata, dan penghentian komunisme.

Mereka tidak mengangkat bendera separatisme; mereka masih menyebut diri bagian dari Indonesia.

Namun, Jakarta menilai sikap itu sebagai pembangkangan. Dari sinilah percikan berubah menjadi api.

Harvey menuliskan dengan detail: bagaimana pangkalan udara darurat dibangun di Manado, bagaimana logistik dikelola dari pelabuhan-pelabuhan kecil, hingga bagaimana kontak senjata memporakporandakan desa-desa di Minahasa.

Tahun 1958 menjadi titik balik. Ketika operasi militer pusat berhasil merebut Manado, Permesta terdesak ke pedalaman.

Pertempuran kemudian menyebar ke Tomohon, Tondano, Bolaang Mongondow. Di balik peta strategi, Harvey menyisipkan catatan kecil namun memilukan.

Ibu-ibu berlarian menyembunyikan anak di lubang tanah, pasar sepi karena malam hanya diisi desingan mortir, dan para pemuda desa menghilang ke hutan tanpa kabar kembali.

Salah satu bab yang menggugah adalah ketika Harvey mencatat dimensi internasional. CIA terlibat mendukung PRRI/Permesta lewat suplai senjata dan pilot bayaran.

BACA JUGA:  STIK DRUM DAN PROFESOR PERTANIAN

Namun ketika pesawat yang diterbangkan Allen Pope jatuh dan ia ditangkap hidup-hidup (1958), wajah asing itu membuka borok dukungan luar negeri.