Green Tea & Bunga Reportase Kehidupan “Tiga Rasa”

“Pak, sederhana sekali ‘ki’, Pak!,” tiba-tiba saja pengemudi ojol itu berkata begitu bertemu Maman.

“Sederhana apa, Pak?,” jawab Maman yang belum menangkap arah komentar pengemudi ojol yang membaca situasi nonverbal itu.

“Anggota Dewan,’ki’,?” sahut pengemudi ojol yang menyadarkan Maman.

“Aaamin…tapi yaa, Pak… aku bukan anggota Dewan,” tangkis Maman.

“Oh, aku kira anggota Dewan ‘ki’,” pengemudi pun menyadari dugaannya yang keliru.

Maman menjelaskan kepada pengemudi ojol kalau dirinya bukan anggota Dewan.

“Tapi Bunda (Sri Rahmi, dari Fraksi PKS) yang caleg, orangnya sederhana dan peduli. Kebetulan aku membawa kartu namanya. Kalau mau, aku kasih ‘ki’ kartu nama Bunda,” Maman menawarkan.

“Bisa, Pak….tidak terkena banjir rumah ‘ta’, Pak?,” kata tukang ojol sembari mengajukan pertanyaan.
Maman menjawab, tidak. Tapi di kelurahan tempat tinggalnya sebagian daerah terkena banjir sampai ada rumah yang hanyut.

Obrolan keduanya terus berlangsung hingga tidak terasa sepeda motor sudah sampai di tujuan Maman.
“Berapa, Pak?,” tanya Maman saat pantatnya meninggalkan sadel sepeda motor.
“20 ribu. Tetapi jangan mi kita bayar, Pak!,” kata pengemudi ojol membuat Maman terheran-heran.
“Kenapa,Pak?,” usutnya.

BACA JUGA:  Edo Makarim Pameran Seni Resonansi Dua Dunia: Menelusuri Harmoni dalam Kontradiksi

Pengemudi ojol itu menjelaskan, dia mengantar Maman ke lokasi pengungsi dengan tujuan akan membantu mereka.

“Aku belum bisa membantu apa-apa untuk saudara-saudara kita. Maka, itu yang bisa aku bantu dengan mengantar kita (Anda) ke lokasi ini,” jawab pengemudi ojol dengan polos dan penuh ikhlas.

“Terima kasih banyak, Pak. Subhanallah. Tidak semua orang seperti Bapak. Semoga Allah memudahkan segala urusan Bapak,” kata Maman menyikapi ketulusan hati pengemudi ojol tersebut.
Narasi kisah yang berjudul “Si Abang Ojol” (hlm143), satu dari 32 judul tema kepedulian, saya ubah agar sedikit naratif dan bersuasana. Tulisan ini adalah fenomena kehidupan yang setiap orang mengalaminya. Hanya saja perbedaannya, Maman dan juga saya menangkap momen seperti ini kemudian menuangkannya di dalam tulisan. Saya juga menjelaskan fenomena sosial kehidupan masyarakat saat seorang pemuda memungut sebuah tas kecil milik anak sekolah dasar yang jatuh di tengah lalu lintas padat Jl Perintis Kemerdekaan-Jl. Baru Dr.Leimena, 4 Januari 2025. Anak itu tampak sangat gelisah dengan kejadian itu, sementara sang ibu yang mengemudi sepeda motor terus mengegas kendaraannya.
Seorang pemuda berhati mulia kemudian sempat memungut tas kecil dan memberinya kepada si anak tersebut.

BACA JUGA:  Kata, Kota, dan Kita

Feneoma kehidupan yang dapat menyentuh perasaan manusiawi kita dapat lahir setiap saat di tengah masyarakat. Persoalannya adalah seberapa tajam kepekaan seseorang menangkap fenomena tersebut dan membaginya kepada orang lain. Soal berbagi memang rada mudah di tengah maraknya penggunaan media sosial, tetapi sangat paradoks dengan kemampuan kita menulis.