NusantaraInsight, Makassar — “Perempuan salihah akan senantiasa menjaga cintanya hanya pada seseorang yang kelak sudah dihalalkan oleh dunia dan akhirat untuknya. Dia tidak akan mengumbar kata-kata indah pada siapa pun. Dia tak akan menebar pesona yang dimilikinya. Karena baginya, cinta adalah jalan untuk menyempurnakan ibadah dalam meraih rida Rabb-nya”.
Paragraf yang saya kutip ini merupakan tulisan berjudul “Perempuan Salihah (2)” –hlmn 15 — satu dari 48 judul tulisan yang bertema spiritual di dalam buku “Green Tea dan Bunga” karya Rahman Rumaday setebal 172 halaman dan diterbitkan Rayhan Intermedia Makassar 2020. Buku ini didiskusikan di Universitas Pancasakti (Unpacti) Jl. Andi Mangerangi No.73 Kelurahan Mamajang Kecamatan Tamalate Makassar, 6 Januari 2025.
Meskipun tulisan pendek ini termasuk tema spiritual, tetapi juga menyinggung unsur tema kedua (cinta) yang terangkul di dalamnya. Maman — begitu pria kelahiran Sera Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur 4 Agustus 1986 ini akrab disapa, memiliki kompetensi mencantumkan tema itu dalam buku yang didukung 115 judul tulisannya karena memiliki latar belakang pendidikan dasar agama yang sarat dan kuat. Tidak mengherankan ketika lelah bermonolog, dia lalu lari berlindung di bawah firman-Nya. Trik Maman ini dapat dilihat pada judul tulisannya “Aku ini Siapa?” (hlm 2). Dia tahu, keluhannya itu memiliki relevansi dengan firman Allah.
Begitu pun pada judul “Menjadi, Bukan Merasa” (hlm 4), Maman hanya membentang satu kalimat pembuka, “Sibuklah menjadi saleh, jangan merasa saleh”. Kalimat itu kemudian disahuti dengan kutipan firman Allah yang artinya “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia-lah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS Najmi:32).
Pelarian Maman yang selalu mengaitkan narasinya dengan firman-Nya, memang tidak mewarnai semua tulisan pada tema pertama ini. Namun yang jelas, gaya penulisan seperti ini menjadi sangat menarik jika dalam setiap khutbah di masjid menyontek gaya penulisan seperti ini.
Sangat afdal jika koherensi (keselarasan) realitas sosial di tengah masyarakat dikaitkan dengan firman-firman Allah sehingga melahirkan butir-butir pencerahan kepada khalayak. Membangun narasi melibatkan firman Allah tersebut sangat menarik jika diawali potret realitas kehidupan masyarakat yang menyimpang dari segi agama. Sehingga, firman tersebut dapat mengoreksi ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dan menjadi bahan pembelajaran publik.
***
“Tuhan, jaga dia yang sudah tertulis di ‘lauhulmahfuz’ untukku karena aku sedang berikhtiar untuknya. Sampaikan fatihahku untuknya. Aku mencintainya, tapi Engkau lebih mencinta dia karena cinta-Mu abadi.