Maka pada tahun 2004, warung kopi ini dikembangkan. Dibangunlah rumah panggung berukuran 4×6 meter, di samping rumah induk. Bangunannya terbuat dari kayu dengan nuansa bambu, biar terasa alami.
Kenapa rumah panggung? Karena lantai bangunan rumah induk rata dengan jalan raya. Ketika masih berupa warkop, posisinya agak rendah sekira 2 meter dari jalan raya, sehingga agak sulit diakses.
Pada saat itu, banyak hal telah berubah. Kemajuan IT yang sedemikian pesat, secara otomatis berdampak pada usaha layanan telepon rumahan yang kami kelola. Telepon umum tidak lagi dibutuhkan. Setiap orang punya telepon genggamnya sendiri. Yantel Kukuh akhirnya kami tutup, warkop kami ubah menjadi kafe.
Namanya: D’BAJI CAFE, diambil dari nama Sitti Sohorah Daeng Baji, yang merupakan nenek buyut Ibu Qashidah Ardan SH. Konon beliau bermigrasi dari Jeneponto ke Malino kira-kira tahun 1920an. Baji merupakan bahasa Makassar, artinya baik. Dipatenkan sebagai brand usaha menjadi D’Baji Cafe.
Tempat di mana D’Baji Cafe berdiri merupakan salah satu bangunan lama di Malino. Konstruksi bangunan ini belum menggunakan rangka besi, pada kolomnya hanya memakai batu gunung berlapis yang disusun diagonal, dengan ketebalan dinding 40-60 cm. Diperkirakan, dibangun pada awal tahun 1960an.
Rumah induk dari kafe ini, merupakan kediaman H Abd Rauf Daeng Nompo Karaeng Parigi, seorang tokoh pejuang, yang pernah mengemban amanah sebagai Camat Tinggimoncong, selama 32 tahun.
Hampir semua rumah yang dibangun di sini, pada awal Malino dibuka–mulai 1927 hingga 1960an–punya nama. Rumah yang menjadi tempat kafe ini, dahulu dikenal dengan nama Rampe ri Baji’. Makanya sekarang diberi nama D’Baji Cafe.
Nama-nama rumah pada kurun waktu itu, antara lain Balla ri Moncong, U’rangi Tongki , Reso resoku, Balla Caddia, Balla Tinggia, Lantang Cinikang, dan Balla Kalokko. Rumah-rumah tersebut, selain sebagai tempat tinggal, ada pula yang difungsikan sebagai villa yang disewakan pada Sabtu-Minggu atau waktu tertentu.
Cerita ini menandakan bahwa Malino sejak dahulu sudah jadi tempat wisata yang menarik. Bahkan pada zaman kolonial Belanda, Malino yang dibangun oleh Gubernur Celebes, LJJ Caron, tahun 1927, sudah jadi tempat peristirahatan bagi kalangan pembesar Belanda, kala itu.
D’Baji Cafe berdiri tepat di pintu masuk Kota Malino, pertigaan poros Makassar-Sinjai-Pasanggarahan, diapit oleh Hotel Celebes Malino dan Riung Gunung, rumah makan terbesar di Malino.
Kalau kita berada di teras, duduk sambil menyeruput kopi gula aren dan menikmati pisang goreng, arah ke kiri dari kafe merupakan Jalan Mappatangka poros Sungguminasa, ke kanan Jalan Sultan Hasanuddin poros ke Sinjai, sementara ke atas Jalan Waspada arah Jalan R. Endang yang menuju kawasan wisata hutan pinus.