Oleh: Amran Azis Daeng Nassa (Pegiat Seni Budaya, tinggal di Malino)
NusantaraInsight, Gowa — D’Baji Cafe bukan sekadar menawarkan kopi untuk dinikmati. Juga panorama alam Malino yang indah dan cerita di balik kehadirannya. Kafe dengan nuansa unik ini terkait dengan peristiwa penting di Tanah Air, dan punya nilai sejarah. Sebuah foto ikonik tahun 1942 bisa dilihat bila berkunjung di kafe yang berada di Jalan Sultan Hasanuddin No 2 Malino ini.
Pendirian D’Baji Cafe punya latar cerita yang panjang. Momen yang jadi cikal bakal eksistensi kafe ini hingga kini. Sungguh tidak terbayangkan, Malino yang biasanya dingin adem, dengan masyarakat yang melakukan aktivitas seperti biasa, pagi itu ramai oleh kedatangan sejumlah orang.
Saya masih ingat, di akhir Desember 2001 itu, tiba-tiba di depan rumah kami berhenti sejumlah kendaraan dinas, diiringi beberapa orang yang kelihatannya merupakan staf Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Tak satu pun yang saya kenali.
Media waktu itu belum secanggih sekarang. Berita-berita hanya bisa diketahui melalui siaran radio dan televisi. Handphone waktu itu belum ada. Namun untuk ukuran kemajuan informasi skala kecamatan, sudah cukup maju dibanding kecamatan lain disekitar Malino ini.
Kami waktu itu buka layanan jasa telekomunikasi umum bagi masyarakat, yaitu “Yantel Kukuh”. Kukuh itu nama panggilan anak saya yang pertama. Nama lengkapnya Muh. Aqsha Amran.
Itulah mengapa, keramaian yang terasa tiba-tiba tersebut, belum diketahui awalnya. Rumah kami, yang juga ditempati Yantel Kukuh itu memang terbilang strategis.
Rumah kami berada persis di pertigaan jalan. Tepat di depannya ada Hotel Celebes Malino yang cukup besar. Di sampingnya berdiri rumah makan Riung Gunung yang populer ketika orang berkunjung ke Malino. Kedua fasilitas ini saling mendukung ketika Yantel Kukuh masih beroperasi.
Dari bapak-bapak yang berpakaian dinas itu, saya berupaya mencari informasi. Katanya, akan ada tamu penting dari pusat karena akan dilakukan pertemuan perdamaian.
Sebelumnya melalui media, juga kami tahu ada peristiwa terjadi di Poso berupa konflik berbau SARA. Rupanya, Malino dipilih sebagai tempat untuk mengadakan perjanjian perdamaian.
Pada hari berikutnya, setelah kedatangan rombongan dari provinsi, terlihat semakin banyak orang yang datang bersamaan. Saking banyaknya, kondisi itu sempat membuat kemacetan di depan rumah kami.
Suara sirene dari petugas TNI/Polri bersahut-sahutan. Pokoknya ramai sekali hari itu. Semua dinas dan/atau instansi terkait hadir, termasuk orang-orang dari Pemda Gowa.