Pada awalnya Atmakusumah menulis dengan nama samaran tetapi beberapa tahun setelah masuk daftar hitam. Ia mencoba menulis dengan nama asli dan ternyata baik dirinya maupun media yang memuat tulisannya tidak dapat peringatan atau ancaman apapun dari pihak pemerintah atau militer.
Semenjak itu Atmakusumah mulai menulis lagi di berbagai media, misalnya, antara lain, di harian Kompas, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Republika, Suara Karya; majalah Tempo, D & R (Demokrasi & Reformasi), Prisma, Optimis, Femina, X-tra, Intisari, Editor, Forum Keadilan, Independen Watch, Trust; surat kabar mingguan edisi akhir pekan Media Indonesia Minggu, Bisnis Indonesia Minggu; media Internet Tempo Interaktif (Jakarta), dan majalah Reflexie (Den Haag, Nederland).
Atmakusumah dapat disebut sebagai peletak dasar prinsip kebebasan pers melalui pembentukan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Setelah kejatuhan Soeharto, pada tahun 1999, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah menunjuk Atmakusumah, bersama Azkarmin Zaini dan Sabam Leo Batubara, menjadi narasumber pemerintah untuk turut serta menyusun rancangan undang-undang tentang pers dan mendiskusikannya dengan anggota parlemen.
Melewati perdebatan yang alot, Undang-Undang Pers yang mengubah drastis undang-undang sebelumnya dan sangat melindungi kebebasan pers ini akhirnya disahkan oleh Presiden B. J. Habibie.
Dengan Undang-Undang Pers yang baru ini penerbitan pers tidak lagi memerlukan izin sehingga pemerintah tidak punya lagi kekuasaan untuk menyensor dan membredel media pers.
Undang-Undang Pers juga mengubah Dewan Pers, yang dulu selalu dipimpin oleh Menteri Penerangan, menjadi lembaga negara independen yang ketuanya dipilih secara demokratis oleh organisasi wartawan, perusahaan pers, dan tokoh masyarakat. Pada tahun 2000 Atmakusumah terpilih menjadi Ketua Dewan Pers independen pertama sampai masa jabatannya berakhir pada 2003.
Selama 30 tahun terakhir kehidupannya, ia berbicara pada seminar dan lokakarya tentang jurnalisme serta kebebasan pers dan berekspresi di sekira 40 kota besar dan kecil di Indonesia. Sampai akhir hayatnya, Atmakusumah diperkirakan telah mendidik 20.000 wartawan di Indonesia dan Timor Leste.
Pada 2025 Atmakusumah mendapat Bintang Jasa Nararya anumerta untuk jasa luar biasa dalam memperjuangkan kebebasan pers dan berperan penting dalam lahirnya Undang-Undang Pers tahun 1999.
Selama menjalani profesinya di bidang pers, Atmakusumah teelah menjalani karier yang panjang dan penuh warna. Ia pernah menjadi komentator masalah dalam negeri dan luar negeri pada Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta. Penyiar Radio Australia (ABC) di Melbourne, Australia, Deutsche Welle (Radio Jerman) di Koeln, Jerman. Persbiro Indonesia (PIA), Jakarta. Redaktur Kantor Berita Antara, Jakarta. Redaktur, redaktur pelaksana, harian Indonesia Raya (1968–1974). Press assistant dan information specialist pada U.S. Information Service (USIS) (1974–1992);
Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), pusat pendidikan dan pelatihan jurnalistik praktis di Jakarta, sejak 1992 sampai akhir hayatnya. Direktur Eksekutif LPDS (1994–2002). Ketua Tim Ombudsman harian Kompas (2000–2003). Ketua Dewan Pers independen yang pertama, sejak Mei 2000 sampai Agustus 2003. Anggota Dewan Pakar LPDS sejak Maret 2003.


br
br
