Catatan Olahraga: Seabrek Beban Ketua KONI Sulsel yang Baru

Persoalan baru juga muncul.Jumlah yang bisa dibantu terbatas. Paling banyak enam orang. Bagaimana dengan cabang olahraga seperti sepak bola yang jumlah atletnya dalam satu tim atau regu di atas enam orang? Belum termasuk pelatih.

Masalah baru lagi muncul. Saat pencairan — konon kabarnya — dana itu langsung masuk ke rekening enam orang tersebut. Ini kemudian bisa saja menimbulkan friksi baru antara atlet dengan pelatih.

Hingga 2018, mekanisme pencairan dana hibah ini menggunakan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang ditandatangani Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) mewakili pemerintah provinsi dengan KONI Sulsel.

Mekanisme ini memungkinkan dana hibah langsung ditransfer ke rekening KONI Sulsel. Dengan adanya dana hibah tersebut di kas KONI, pengurus dapat merancang kegiatan olahraga dengan segala prioritasnya. Yang sangat menguntungkan, setiap cabang olahraga yang hendak mengirimkan atlet mengikuti berbagai event nasional, dananya tersedia.

Dalam hal pemberian bantuan kepada atlet-atlet cabor, KONI membuat “standard operating procedure” (SOP) yang dirapatkan dengan para pimpinan pengurus cabang olahraga. Dalam SOP yang pernah dibuat ketika saya menjadi pengurus, perbantuan dana itu disesuaikan dengan prestasi cabang-cabang olahraga.

BACA JUGA:  Catatan Tercecer dari Piala Dunia U-17 Austria, Perjalanan Mulus nan Kandas

Jika cabang olahraga peraih emas, maka dana bantuan KONI meliputi tiket dan biaya akomodasi, misalnya. Yang meraih medali perak, bantuan yang diberikan hanya tiket. Sedang atlet yang meraih perunggu, mungkin hanya diberikan bantuan biaya akomodasi saja.

Dengan model SOP ini para atlet cabang olahraga akan berusaha meningkatkan prestasinya. Di sini berlaku promosi dan degradasi. Yang meningkat prestasinya akan dipromosi dan yang menurun akan terdegradasi.

Model ini juga terkoneksi dengan level pembinaan prestasi ke dalam tiga level, utama, madya, dan pratama dengan sistem promosi dan degradasi.
Keempat, Ketua Umum KONI Sulsel harus piawai ‘mengambil hati’ Gubernur Sulsel agar mau memberi sedikit perhatian terhadap bidang olahraga prestasi.

Saya sengaja mengatakan hal ini karena dalam berbagai pemberitaan media terjadi degradasi atensi pemerintah provinsi terhadap bidang minat masyarakat ini. Indikator utama adalah, tidak adanya fasilitas olahraga yang dibangun pemerintah selama hampir tujuh tahun terakhir ini.

Pembangunan stadion Mattoanging tidak ada kabar beritanya setelah sukses melahirkan desain yang diikuti kegagalan tender. Kini lahan Mattoanging sudah menjadi belantara di tengah kota.

BACA JUGA:  Saat Pramugari ‘Tumbang’ ke Pangkuan Penumpang

Makassar sebagai ibu kota provinsi dan tanah tumpah darah lahirnya seorang pesepak bola legendaris sangar ironis saat ini tidak memiliki stadion. Stadion Sudiang yang digadang-gadang bakal diletakkan batu pertama sejak tahun 2024, ternyata hanya sebuah wacana politik belaka pemerintah yang berkuasa untuk meredam rasa tidak puas masyarakat Sulsel terhadap ketiadaan stadion.