Catatan Kecil Alumni UNHAS: Berlangganan Pete-Pete Kampus

Rusdin Tompo
Rusdin Tompo

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)

*“Din, siapa tau bisa bantu saya carikan teman yang mau berlangganan pete-pete.” *

NusantaraInsight, Makassar — Kalimat ini disampaikan oleh Pak Haji, salah seorang sopir pete-pete trayek 07, kepada saya saat tengah berada di terminal kampus UNHAS. Sore itu, saya akan pulang ke rumah setelah kuliah. Namun, sambil menunggu pete-pete yang akan ditumpangi, saya duduk di salah satu bangku yang berada di bawah pohon di area terminal.

 

Terminal kampus Unhas, saat itu, hanya berupa parkiran biasa, di beberapa bagian terdapat tanah berumput, dengan ruang yang cukup luas, sehingga mudah untuk memutar kendaraan.

Di area terminal yang berada di sisi barat Baruga Andi Pangerang Pettarani ini, banyak ditumbuhi pohon pelindung.
Bangku-bangku di terminal itu dibuat oleh para sopir untuk mereka duduk, ngobrol, merokok, sambil menunggu penumpang.

Tidak jarang, mahasiswa juga memanfaatkannya untuk sejenak beristirahat, atau berinteraksi dengan sesama mahasiswa, baik teman sefakultas atau dari fakultas lain, sebelum menaiki pete-pete sesuai jurusannya.

BACA JUGA:  Game Online: Jaring Keuntungan Kapitalis, Korbankan Generasi

Pete-pete milik Pak Haji, satu di antara yang sering saya tumpangi, pergi dan pulang dari Tamalanrea. Lelaki asal Bima ini berperawakan sedang, dengan ciri helai-helai janggut yang mulai memutih tumbuh di dagunya.

Nama beliau, kalau tidak salah ingat, H. Sahabuddin, tapi kami lebih akrab menyapanya Pak Haji. Setiap hari beliau mengenakan songkok haji. Usianya mungkin sudah paruh baya. Orangnya ramah, suka bercerita, dan kalau ketawa ngakak hahaha. Itulah mungkin, mengapa beliau tidak ragu menawarkan atau meminta tolong kepada saya untuk dicarikan pelanggan.

Pete-pete merupakan sebutan angkot di Kota Makassar. Kendaraan angkutan umum, berpelat kuning, jenis mikrolet ini, kebanyakan bermerek Suzuki Carry. Pete-pete kampus UNHAS merupakan trayek khusus yang dikembangkan oleh ORGANDA, untuk memenuhi kebutuhan setelah kampus UNHAS pindah dari Baraya ke Tamalanrea.

Medio 1980-an hingga 1990-an lokasi kampus yang berada di kilometer 10, terbilang cukup terpencil, terasa jauh dari kota. Ongkos pete-pete di masa itu, jauh-dekat masih Rp200 per orang. Nanti ongkosnya naik Rp50 menjadi Rp250 per penumpang.

BACA JUGA:  Di Balik Peluncuran Edisi Revisi Buku “A.Amiruddin Nakhoda dari Timur” (8): Sang Penoreh Keteladanan

Biasanya, ada aheng (dari kata agen), yang membantu menaikkan penumpang, termasuk di kampus juga ada. Sopir akan memberi tip bila pete-pete mulai berjalan.

Pete-pete kampus UNHAS ini punya trayek berbeda-beda. Masing-masing trayek diberi nomor 01 sampai 11, melayani rute-rute tertentu. Pembagian rute ini mempermudah penumpang mengingatnya. Misalnya, trayek 01 melayani rute Jongaya-Kampus UNHAS, trayek 04 melayani rute Cenderawasih-Kampus UNHAS, trayek 07 rutenya adalah Perumnas-Kampus UNHAS, dan trayek 09 rutenya mencakup area Kandea-Kampus UNHAS.