Bioskop dan Film Layar Tancap di Makassar

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — “Betapa gilanya dulu orang mau nonton film, sehingga apa saja diubah jadi bioskop. Toko pun dijadikan bioskop. Salah satunya, bioskop Dewi Mini, waktu tutup bioskopnya di Jalan Bulusaraung. Pemiliknya bikin bioskop di tokonya, di lantai 2. Dia jual karcis. Penontonnya, kira-kira 20-30 orang. Ada tahunan bioskop ini beroperasi.”

Itu cerita yang dibagikan AB Iwan Azis, yang pernah menjadi Sekretaris GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia). Lelaki 78 tahun ini, tak hanya berbagi kenangan tapi juga menyingkap sejarah perbioskopan dan perfilman di Makassar. Dia memang selalu bersemangat, setiap kali kami bertemu di Warkop Azzahrah, Jalan Abdullah Daeng Sirua. Kopi susu, telur setengah matang, dan mie instan, biasa menemani obrolan kami.

Iwan Azis lalu merinci nama-nama bioskop itu, sepanjang ingatannya. Ada Bioskop Gembira, di Gedung BKKPN ada Bioskop Sirine, di Jalan Timor—perempatan Jalan Lombok—ada Bioskop AA, kemudian Bioskop Apollo. Dia melanjutkan, di Jalan Gunung Latimojong ada juga bioskop, di bekas kantor Legiun Veteran. Ada juga Bioskop Mutiara, yang masuk lorong. Di Jalan Rusa, malah ada 2 bioskop, yakni Bioskop Arini dan Bioskop Rusa. Bioskop-bioskop ini, katanya, ada yang untuk kelas atas dan untu masyarakat kelas bawah.

BACA JUGA:  Kapolda Sulselbar, Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar dan Buku "Kenapa Makassar?"

“Banyak bioskop dahulu. Pokoknya, sepanjang ada peluang mengubah ruangan jadi bioskop maka itu akan dilakukan,” bebernya.

Pada masa keemasannya, Kota Makassar diramaikan oleh sekira 25 bioskop. Rahmatia Rahmatia, dalam tulisannya “Bioskop di Kotamadya Ujung Pandang (1971-1999)”, menyebutkan bahwa bioskop di Makassar sudah ada sejak era kolonial Belanda. Suatu kebanggaan bagi orang-orang China, di masa itu, menyambut orang-orang Belanda di bioskop. Dalam perkembangannya, terjadi penggolongan bioskop, yang didasarkan pada ras, ekonomi, jenis film, dan fasilitas gedung. (https://doi.org & https://ojs.unm.ac.id).

Orang-orang datang ke bioskop tak hanya untuk menikmati film, tapi juga punya tujuan lain. Bioskop memang punya multi-fungsi. Selain sebagai sarana hiburan masyarakat, juga punya fungsi informasi, edukasi, dan kebudayaan. Kehadiran bioskop juga berperan dalam perputaran ekonomi dan aktivitas sosial. Kita bisa melihat ragam gaya (life style) di bioskop karena orang akan berdandan dengan penampilan terbaik manakala ke bioskop untuk menonton film.

Iwan Azis mengenang, pernah bermunculan bioskop-bioskop yang namanya misbar, gerimis bubar. Disebut begitu karena bila turun hujan, penontonnya akan berhamburan cari tempat berteduh. Menurutnya, ini bukan layar tancap. Bioskop model ini pernah ada di dekat Pasar Sentral, di lapangan basket. Kalau malam, lapangan itu dimanfaatkan dan diubah jadi bioskop. Penontonnya, diizinkan membawa masuk sepedanya di dalam. Mereka juga bisa nonton sambil duduk di tribun yang biasa dipakai menonton pertandingan basket. Mirip drive in, tapi ini bukan nonton di mobil.