Perjanjian yang ditandatangani 17 Januari 1948 berisi mengakui gencatan senjata di sepanjang garis status quo yang kemudian dikenal dengan ‘Garis van Mook”. Isi perjanjian, Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah RI. Disetujui sebuah garis demarkasi (Garis van Mook) yang memisahkan Indonesia dan daerah pendudukan Belanda. TNI harus ditarik mundur dari daerah -daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Dampak dari kegagalan perjanjian ini adalh terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun 18 September 1948 justru konflik antara Indonesia-Belanda masih terjadi. Tidak lama kemudian terjadi pemberontakan Sekarmadji Maridjan Kartosoerwirjo tahun 1949 dan berakhir 1962 yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Panda Nababan menulis, sepanjang wawancara tidak terlihat wajah penyesalan Westerling atas kebiadabannya di Indonesia. Dia juga membantah membunuh 40 ribu jiwa di Sulawesi Selatan dan hanya mengakui sekitar tiga sampai empat ribu orang pada saat operasi militer selama belasan minggu itu. Itu pun diakuinya, tidak semua tidak bersumber dari peluru yang dia muntahkan tapi dari prajurit-prajurit Belanda lain.
Saat itu, tulis Panda Nababan, ada yang mengusulkan kepada Duta Besar RI di Belanda Soepono Bayuaji dan atas militernya, seorang kolonel Angkatan Laut, memprakarsai penculikan Westerling.
Rencana ini bertepatan pula kala itu ramai tentang kisah sukses satuan intelijen Israel, Mossad, yang berhasil menculik penjahat perang Jerman, Karl Adolf Eichman dalam persembunyiannya di Argentina.
Dalam buku tentang Mossad yang saya baca, Eichman ini bersembunyi di Argentina menggunakan “laisser-passer” (sejenis paspor) yang didapatkan secara curang dikeluarkan oleh Palang Merah Internasional. Dalam penantian, pengamatan, dan penguntitan yang memakan waktu lama. Ayah enam anak ini ditangkap oleh Mossad saat berkendara di salah satu jalan kota Buenos Aires, Argentina, Mei 1960.
Tubuh Eichman kemudian diinjeksi dengan obat bius lalu dimasukkan ke peti mati. Petugas bandara Buenos Aires meloloskan peti mati tanpa pemeriksaan apa-apa, saat sebuah mobil van kecil menuju ke sebuah pesawat El Al, perusahaan penerbangan Israel yang sudah menunggu.
Tiba di Israel, Adolf Eichman diinterogasi yang menghabiskan 275 jam atau 13,458 hari yang setelah ditranskripsi menghasilkan 3.564 halaman. Dia menjalani 15 kali sidang pengadilan Israel yang berlangsung mulai 11 April s.d. 15 Desember 1961.
Pengadilan Israel memvonis hukuman mati terhadap serdadu Nazi Jerman ini.
Setelah upaya bandingnya gagal, tengah malam 31 Mei 1962, Eichman menarik napas terakhir di tiang gantungan di sebuah tempat bernama Ramla, Israel, dalam usia 56 tahun. Jenazahnya dikremasi dan abunya ditaburkan di sebuah titik di Laut Tengah, di luar perairan teritorial negara zionis itu.