“Kamu dari suku Jawa atau tidak? Saya tidak suka bicara sama orang Jawa. Kalau kamu orang Jawa, saya tidak mau interviu,” katanya dengan tegas.
“Lo, kenapa begitu?,” Panda Nababan balik bertanya.
“Saya benci Soekarno. Dia orang Jawa,” katanya, yang mengidentifikasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Soekarno. Westerling justru mendukung Negara Federal Pasundan dan Negara Indonesia Timur yang dijegal Soekarno.
“Sebenarnya saya punya banyak kesempatan membunuh Soekarno. Tetapi saya tidak mau membunuhnya. Nanti dia menjadi martir,” imbuh penjagal kelahiran Turki 31 Agustus 1919 tersebut.
Perihal kemarahannya kepada Pemerintah Belanda, Westerling juga berdalih.
“Saat itu saya merasa dikhianati pemerintah Belanda yang menjadi politikus-politikus itu. Kita disuruh bertempur, mereka diam-diam berunding di Linggarjati dan Renville. Itu kan penghianatan terhadap gerakan militer,” katanya dengan geram.
Perundingan di Linggarjadi di Kabupaten Kuningan, dekat Cirebon sekarang, berlangsung 15 November 1946 yang berisi Belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Pihak Indonesia diwakili Soekarno dan Mohammad Hatta, sementara pihak Belanda ada Willem Schermerhorn, dan Lord Killearn.
Sebelum pertemuan di Linggarjati ini, Juli 1946, Pelaksana Tugas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook menggelar konferensi di Malino, Sulawesi Selatan yang dihadiri perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur yang mendukung usulan membentuk negara federal Indonesia Serikat yang memiliki hubungan dengan Belanda.
Hasil Konferensi Malino di antaranya, mendukung hasil Perjanjian Linggarjadi soal kekuasaan de facto RI. Belanda meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949. Belanda dan RI sepakat membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. Perjanjian ini gagal terlaksana, Van Mook 20 Juli 1947 menyatakan Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Keesokan hari, 21 Juli 1947, Agresi Militer Belanda I pun pecah.
Gara-gara perjanjian Linggarjati itu gagal, 19 Desember 1947 difasilitasi Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia dilaksanakan konferensi di atas kapal Amerika Serikat USS Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta dengan Perjanjian Renville. Delegasi Indonesia dipimpin Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, wakil Mr. Ali Sastroamidjojo, dan Agus Salim, anggota: Dr.J.Leimena, Mr. Latuharhary, Kolonel TB Simatupang. Delegasi Belanda dipimpin Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo selaku Direktur Jenderal Urusan Umum Negosiasi Kerajaan Belanda dengan Republik Indonesia.