AB Iwan Azis tentang Rahman Arge dan Aktivitasnya

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — AB Iwan Azis dan Rahman Arge beda usia. Iwan Azis kelahiran tahun 1946, sedangkan Rahman Arge kelahiran 17 Juli 1935. Iwan Azis menjuluki Rahman Arge sebagai manusia tiga dimensi. Lelaki asal Pinrang, Sulawesi Selatan itu, tidak saja terkenal di bidang seni peran, tapi juga kewartawanan, dan seorang politisi.

Rahman Arge, cerita Iwan Azis, dahulu tinggal di Jalan Sarappo, dekat Jalan Rumbia, sekarang Jalan Seram. Beliau belum populer, ketika dia mengenalnya. Katanya, Rahman Arge itu, kalau ke Dewan Kesenian Makassar (DKM) di Fort Rotterdam dari rumahnya, lebih memilih jalan kaki, sambil mengepit dokumen.

“Begitu populer dan jadi tokoh nasional, beliau tetap rendah hati dan mau bergaul dengan orang yang berada di bawahnya, termasuk dengan saya,” kenang Iwan Azis, dalam obrolan di Warkop Azzahrah, Selasa, 17 Desember 2024.

Saat itu, saya dan Asnawin Aminuddin diajak ngopi pagi. Lalu bergabung pula Syahril Rani Patakaki. Asnawin Aminuddin merupakan jurnalis senior, sedangkan Syahril Rani Patakaki, seniman yang belakangan menulis puisi-puisi berbahasa Makassar. Keduanya cukup mengenal Iwan Azis, baik sebagai jurnalis, aktor, maupun pengusaha.

BACA JUGA:  Dari Makassar Bersama KM Lambelu, 47 Jam Mengarungi Lautan Menuju Kota Terkaya Ke-17 Indonesia

Rahman Arge merupakan aktor yang mampu memainkan peran dengan baik. Beliau pertama kali muncul di film “Pradjurit Teladan” (1959), setelah itu bermain di film “Di Udjung Badik” (1971), dan “Sanrego” (1971). Beliau meraih penghargaan Piala Citra pada Festival Film Indonesia (FFI), 1990, sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik, lewat film “Jangan Renggut Cintaku”.

Rahman Arge, lanjut Iwan Azis, merupakan Ketua Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia) Sulawesi Selatan, era pertama. Dengan beragam profesi yang digeluti, beliau mampu memainkan perannya dengan baik.

“Hidupnya ada di mana-mana. Dia main teater, aktor film, kolumnis, bahkan pernah jadi anggota MPR RI. Dia tidak pernah tenggelam, dan selalu diperhitungkan bahkan di tingkat Jakarta,” kisah Iwan Azis penuh semangat.

Ada rasa hormat dan bangga ketika Iwan Azis bercerita tentang penulis buku “Permainan Kekuasaan” (Penerbit Buku Kompas, 2008) itu. Rahman Arge menjadi anggota MPR RI utusan golongan. Saat itu, beliau masih wartawan dan aktif di Golkar.

Walau kariernya sudah besar di ibu kota tapi beliau, kata Iwan Azis, tidak melupakan Makassar. Bahkan boleh dikata, Rahman Arge itu Makassar skalia. Beliau, seingat Iwan Azis, kebih sering menggunakan istilah-istilah dan bahasa Makassar daripada bahasa Bugis.