AB Iwan Azis, Aktor dengan Multi Peran

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — Nama AB Iwan Azis sudah saya dengar sejak saya masih menjadi jurnalis di Radio Bharata FM, antara tahun 1996-2000.

Sebagai reporter dan penanggung jawab pemberitaan, saya dituntut mesti punya data base terkait tokoh, pejabat, aktivis, dan mereka yang memiliki kompetensi dan otoritas di bidang tertentu.

Program acara kami, SKETSA (Seputar Kehidupan Kota Besar)—yang tayang reguler—mengharuskan saya punya jejaring dan akses ke tokoh, pejabat, aktivis, dan berbagai narasumber tersebut.

Mereka adalah name make news, orang-orang yang layak dikutip untuk menjawab isu-isu aktual atau memberikan informasi dan edukasi bertalian dengan apa yang menjadi bidang dan kewenangannya.

Iwan Azis, kala itu, saya posisikan sebagai narasumber yang mumpuni berbicara menyangkut reklame dan periklanan.

Ternyata, nanti belakangan, saya baru tahu bahwa beliau bukan cuma layak kutip untuk berita-berita seputar reklame dan periklanan, tetapi juga seputar perfilman, media, dan berbagai aktivitas sosial lainnya.

Pria yang tetap tampak perlente di usia 79 tahun itu, memang punya banyak peran dalam berbagai organisasi yang dimasukinya. Posisinya pun strategis, sebagai leader atau administratur. Boleh dikata, beberapa organisasi itu, napas dan jiwanya ada pada Iwan Azis.

BACA JUGA:  S.ecip, Tanamkan ‘Modal’ Bagi Perkembangan ‘Fajar’

Iwan Azis, misalnya, merupakan Ketua ASPRI (Asosiasi Pengusaha Reklame Indonesia), pernah pula menjadi Sekretaris GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia), dan Sekretaris PERFIKI (Pertunjukan Film Keliling Indonesia).

Beliau juga lama menjalankan amanah sebagai Ketua FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) dan Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat). Kini, selain sebagai Ketua RW (Rukun Warga) di Kelurahan Karangpuang, beliau merupakan Ketua DMI (Dewan Masjid Indonesia) Kecamatan Panakkukang.

Meski namanya sudah lama saya kenal, tetapi kami jarang bertemu. Intensitas pertemuan kami terjadi pada saat kami mendirikan MPF (Masyarakat Pemantau Film).

Sebelum komunitas yang berkaitan dengan advokasi dan literasi perfilman itu terbentuk, kami beberapa kali mengadakan pertemuan di Warkop Phoenam, Boulevard.

Beliau menjadi Ketua MPF, dan saya sebagai sekretarisnya. Di organisasi ini, ada juga nama-nama lain, seperti Nicky Rewa Vatvani, yang banyak terlibat dalam produksi film bertema lokal, antara lain “Silariang”, “Ati Raja”, “De Toeng”, “Anak Muda Palsu”, dan “Ambo Nai Sopir Andalan”.

MPF kemudian diluncurkan bertepatan dengan peringatan Hari Film Nasional, pada 30 Maret 2016, di Kafe Papa Ong, Jalan Rusa, Makassar. Hadir saat itu, Juniar Arge, Pahir Halim, Nicky RV, dan beberapa teman lain.

br