Doktor lulusan FIB UI 2006 dengan Ijazah Sarjana Sastra Rusia ini mengatakan, kalau berbicara mengenai konstitusi adalah sesuatu yang imperatif (bersifat memerintah) dan memang suatu perintah bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Sebenarnya, selama ini kita kurang menghargai budaya sendiri. Kekayaan budaya kita luar biasa dari Sabang sampai Merauke.
Dari 100 negara yang dikunjungi, kata Fadli Zon, tidak ada negara yang sekaya budaya Indonesia. Kekayaan budayanya luar biasa. Keberagaman budaya kita itu tidak dapat dikatakan “diversity” (aneka ragam), tetapi “mega diversity”. Kekayaan dan ekspresi budayanya dari 718 bahasa dan 1300 kelompok etnik (etnic group), itu luar biasa. Melahirkan ekspresi-ekspresi budaya yang luar biasa, termasuk hingga saat ini. Kita belum melihat budaya ini sebagai sebuah “national treasure” (kekayaan nasional). Padahal, budaya ini kekayaan nasional kita yang juga tidak kalah dari batu bara, nikel, emas, dll atau ‘oil and gas”.
“Jadi, kalau kita lihat dalam proses negara-negara yang beradab itu, budaya itulah yang menjadi pondasi. Dalam hal yang sifatnya fisik, ketika menjadi “tangible” (nyata) kalau ke negara-negara itu, yang pertama dipamerkan adalah museum-museumnya, perpustakaan-perpustakaannya, sebagai bagian dari perjalanan peradaban mereka,” ungkap Fadli Zon sambil menambahkan bahwa kita belum sampai pada “luxury” (kemewahan) dalam melihat kekayaan budaya.
Ketika mendatangi Leang-Leang Maros, Fadli Zon menyebutkan, perlu ada promosi, narasi literasi yang kuat terhadap bukti-bukti, jejak-jejak peradaban purba di Indonesia yang menunjukkan bahwa kita ini selain kaya dan “mega diversity”, kita pun memiliki peradaban tertua di dunia. Dari situlaj, kita memiliki modal budaya yang kuat dan bisa menjadi kekuatan “the power of culture” (kekuatan budaya) dalam membangun dan membentuk proses karakter dan “national building” (pembangunan nasional) kita. Seharusnya kita membangun identitas itu berangkat dari sana (budaya), “reinventing Indonesian identity” (menemukan kembali identitas).
Fadli Zon mengatakan, kita ini adalah sebuah bangsa yang besar, kala budaya menjadi kekuatan di bidang budaya, “super power” di bidang budaya, tetapi kita juga peradaban yang tertua.
Mengawali materinya dalam acara bincang-bincang tersebut, Fadli Zon terlebih dahulu membacakan pantun.
“ Lukisan purba di Taman Arkeologi Leang-Leang/Jejak sejarah peradaban tertua, globalisasi bukan penghalang/Menjadikan Indonesia ibu kota budaya dunia,” sebut Fadli Zon yang setelah acara di Ruang Senat Unhas didampingi Rektor Unhas Jamaluddin Jompa dan Dekan FIB Akin Dulu, meninjau Laboratorium Arkeologi dan Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Unhas.