News  

Menyoal Problem Lingkungan dan Ketidakadilan Pada Air Bersih di Kota Makassar

NusantaraInsight, Makassar — Dalam rangka Hari Tata Ruang Nasional 2024, Ma’REFAT INSTITUTE Sulawesi Selatan kembali menggelar Ma’REFAT INFORMAL MEETING (REFORMING) ke-17 yang dilaksanakan pada akhir pekan lalu, 24 November 2024 di Kantor LINGKAR-Ma’REFAT Makassar. Agenda perbincangan kali ini, terasa lebih istimewa karena dilakukan dengan berkolaborasi bersama WALHI Sulawesi Selatan dan Koalisi Gerakan Makassar Menuntut Air Bersih (GEMAH), yang mengangkat tema terkait “Ketidakadilan Terhadap Akses Air Bersih serta Problem Lingkungan Hidup di Kota Makassar.”

Kegiatan ini menghadirkan dua pemantik yakni: Slamet Riadi, S.S., M.A sebagai Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Sulawesi Selatan dan Muadz Ardin S.P., M.P. yang merupakan Direktur LINGKAR (Lembaga Inisiasi Lingkungan dan Masyarakat).

Sebagai pembuka diskusi, Arifin selaku moderator memantik dengan sebuah pertanyaan, apakah betul penggunaan air di kota Makassar tidak adil? Dan apakah urusan air bersih merupakan urusan lingkungan atau urusan tata ruang? Menurut Arifin, yang merupakan Koordinator Divisi Program dan Pengkajian Ma’REFAT INSTITUTE, bahwa dalam pemerintahan ada yang namanya SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan Air Minum termasuk dalam salah satu SPM tersebut. Ketersediaan air juga termasuk pelayanan dasar yang wajib pemerintah hadirkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Namun ironisnya, saat ini masih rendahnya akses ketersediaan air minum sebagai pemenuhan dan pelayanan dasar di masyarakat karena berbagai alasan keterbatasan.

BACA JUGA:  Dua Wartawan Bahas Ilmu Jurnalistik

Slamet Riadi memaparkan terkait langkah dari Walhi Sulsel bersama Koalisi Gerakan Makassar Menuntut Air Bersih (GEMAH) untuk meminta Pemerintah Kota Makassar bergerak bersama guna mengatasi persoalan krisis air bersih, khususnya pada tiga wilayah kelurahan di Kecamatan Tallo Makassar. Karena menurutnya, pemenuhan air bersih adalah hak fundamental masyarakat yang wajib dipenuhi pemerintah, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang. Salah satunya, tercantum di Pasal 8 ayat 2 UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Namun faktanya, di sejumlah wilayah, khususnya di tiga wilayah Makassar bagian Utara, justru tak mendapatkan keadilan dari aturan hukum tersebut. Malah hak pemenuhannya terabaikan dalam 20 tahun terakhir, serta menjadikan masyarakatnya mengalami ketimpangan sosial, ekonomi dan ancaman kesehatan serius karena krisis air bersih.

Berkaca pada pengalaman pribadinya, Muadz menceritakan kondisinya saat tinggal di dua wilayah yang berbeda yakni BTP dan Telkomas di Makassar. Bahwa di kedua daerah tersebut, sulit mendapatkan akses air bersih atau air dari PDAM. Ada tiga faktor sulitnya mendapatkan air bersih di kota Makassar. Pertama, infrasturktur yang tidak memadai. Kedua, meledaknya jumlah penduduk. Ketiga, terjadi penurunan debit air pada sumber bahan baku atau di daerah aliran sungai (DAS) ungkap Muadz dalam acara REFORMING ini.