Setali tiga uang, Daeng Rengko yang juga salah satu founder HPBD ternyata memiliki dedikasi tinggi dalam penelitian dan pengajaran bahasa serta budaya daerah.
Ini dibuktikan lewat karyanya yang banyak berfokus pada dokumentasi dan revitalisasi bahasa-bahasa lokal yang terancam punah, misalnya mendokumentasikan Sastra Lisan Tulembang dan bersama tim memutahirkan Kamus Bahasa Indonesia -Makassar dengan tujuan menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi kekinian.
Daeng Rengko kemudian menyebutkan nama Eka Yuniarsih yang juga seorang guru bahasa Makassar di SMP Negeri 24 Kota Makassar yang ikut terlibat dalam himpunan ini.
“Kak Eka memiliki dedikasi tinggi dalam mengajarkan bahasa dan budaya lokal kepada siswa-siswinya. Melalui metode pengajaran yang inovatif dan interaktif, ia berusaha menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap bahasa ibu mereka, sehingga bahasa dan budaya Makassar dapat terus lestari,” tuturnya.
Bukan melulu akademisi yang menghiasi HPBD, tukas Daeng Rengko, ada nama Kak Mul yang dikenal sebagai penggiat komedi tunggal (stand-up comedy) yang sering mengangkat tema-tema budaya dan bahasa daerah dalam penampilannya, juga bergabung di HPBD.
“Dengan gaya humor yang khas, ia berhasil menyampaikan pesan penting tentang pelestarian bahasa dan identitas budaya kepada khalayak luas, menjadikan komedi sebagai media edukasi yang efektif,” sebut Daeng Rengko memperkenalkan para Punggawa HPBD Sulsel.
Tak lupa pula ia menyebut sosok, Damar Imanakku yang saat ini masih menjabat sebagai Direktur Pakalawaki, sebuah organisasi yang berfokus pada pelestarian dan pengembangan budaya lokal.
“Dimana, di bawah kepemimpinannya, Pakalawaki telah menginisiasi berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan mengajarkan kembali tradisi serta bahasa daerah kepada masyarakat, khususnya generasi muda,” jelas Daeng Rengko.
Puncak dari rangkaian diskusi dari para punggawa yang disebutkan tadi, sambung Daeng Rengko yang kemudian menelorkan HPBD sehingga puncaknya adalah penyelenggaraan Seminar Nasional Bahasa Ibu 2025, yang diadakan pada 21 Februari 2025 di Ballroom Teater Menara Phinisi, Universitas Negeri Makassar.
“Dimana kita ketahui, seminar ini mengusung tema “Membangun Kesadaran Global dalam Pelestarian Bahasa Daerah” dan menghadirkan berbagai tokoh serta pakar yang berbagi praktik baik dalam menjaga bahasa ibu,” sebutnya lagi.
“Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam menggalang kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga dan melestarikan bahasa daerah sebagai identitas budaya. Kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan langkah nyata dalam upaya pelestarian bahasa ibu di tengah arus modernisasi,” tambah Daeng Rengko