Sayangnya, sampah organik yang seharusnya dapat diolah kembali justru bercampur dengan sampah anorganik dan berakhir di tempat pembuangan akhir.
Akibatnya, bukan hanya mencemari lingkungan, tetapi juga menimbulkan bau, menjadi sumber penyakit, bahkan menghasilkan gas metana yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Di sinilah peran urban farming menjadi strategis. Melalui kegiatan berkebun di kota, sampah organik dapat dikelola menjadi kompos atau pupuk cair yang menyuburkan tanaman. Dengan begitu, rantai masalah sampah dapat diputus sejak dari rumah tangga dan kawasan pemukiman.
Sinergi Menanam dan Mengelola Sampah
Urban farming menjadi wadah yang memadukan dua kegiatan penting: menanam dan mengolah sampah.
Sampah organik yang dihasilkan warga tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai sumber daya. Melalui teknik komposting, eco-enzyme, atau biopori, sampah dapat diubah menjadi nutrisi bagi sayuran, buah, maupun tanaman hias.
Siklus ini menciptakan ekosistem berkelanjutan: sampah kembali ke tanah dalam bentuk yang bermanfaat, sementara tanaman tumbuh sehat tanpa bergantung pada pupuk kimia.
Lebih jauh, urban farming yang berbasis pengelolaan sampah juga memberikan nilai tambah. Misalnya, hasil panen sayuran organik dari kebun komunitas dapat dijual kembali kepada warga atau restoran sekitar, sementara pupuk kompos bisa menjadi produk bernilai ekonomi. Dengan cara ini, urban farming bukan hanya menjaga lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi hijau.
Manfaat Sosial dan Pendidikan
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan urban farming berbasis pengelolaan sampah memberikan dampak sosial yang signifikan.
Pertama, warga menjadi lebih sadar akan pentingnya memilah sampah sejak dari rumah.
Kedua, aktivitas berkebun bersama memperkuat ikatan sosial, menghadirkan ruang interaksi yang sehat di tengah kehidupan kota yang cenderung individualis.
Tidak kalah penting, kegiatan ini juga memiliki nilai edukasi. Anak-anak yang dilibatkan akan belajar bagaimana sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang berguna.
Mereka memahami siklus alam secara langsung: sisa makanan tidak dibuang begitu saja, melainkan kembali ke tanah dan menumbuhkan kehidupan baru. Edukasi semacam ini akan membentuk generasi yang lebih peduli terhadap lingkungan.
Pernyataan Natsir Mardan memperluas makna urban farming. Ia bukan sekadar kegiatan bercocok tanam di lahan sempit perkotaan, tetapi juga gerakan sadar lingkungan yang menjawab persoalan sampah.
Dengan mengintegrasikan pengelolaan sampah ke dalam praktik urban farming, kita menciptakan solusi ganda: lahan kota menjadi hijau dan produktif, sementara timbunan sampah berkurang secara signifikan.