Lebih luas lagi, Indra Mayanti Noer, S.S., M.Hum, yang juga panitia menyampaikan bahwa bahasa daerah memiliki peran penting dalam dimensi pariwisata di Sulawesi Selatan, terutama dalam mempertahankan kearifan lokal dan memberikan pengalaman autentik bagi wisatawan.
Sulawesi Selatan dikenal dengan beragam suku, seperti Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar, yang masing-masing memiliki bahasa dan budaya khas.
Keberadaan bahasa daerah dalam sektor pariwisata, seperti dalam pemanduan wisata, pertunjukan seni, dan interaksi sosial, memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan keunikan budaya setempat.
Ditambahkan pula oleh dosen Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya Unhas ini, bahwa dengan menggunakan bahasa daerah, wisatawan dapat lebih memahami filosofi kehidupan masyarakat lokal, seperti konsep “Siri’ na Pacce” dalam budaya Makassar, Toraja, Bugis dan Mandar yang menekankan harga diri dan solidaritas.
Terpisah, Founder Komunitas Anak Pelangi dan Kampus Lorong Rahman Rumaday menilai bahwa Seminar Nasional Bahasa Ibu Sulawesi Selatan tahun 2025 yang bertepatan dengan peringatan Hari Ibu Internasional pada 21 Februari, sangat penting artinya dalam pelestarian budaya di Sulsel.
“Saya mencatat ada poin penting yang harus dicapai dalam seminar ini, yaitu bagaimana mengembangkan trigatra bahasa yang meliputi, utamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah dan kuasai bahasa asing,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Rahman Rumaday kembali menekankan trigatra bahasa adalah slogan yang berisi tiga poin utama, yaitu: Utamakan bahasa Indonesia, Lestarikan bahasa daerah, Kuasai bahasa asing.
Ini merupakan rumusan perencanaan pembangunan bahasa yang menjadi identitas bangsa Indonesia.
Ini bertujuan untuk menyatukan keberagaman bahasa daerah di Indonesia, menjaga eksistensi dan keutamaan bahasa Indonesia di ruang publik, menjaga bahasa daerah sebagai simbol kebangsaan Indonesia.
“Ini juga bermanfaat memudahkan komunikasi antar masyarakat dari berbagai daerah, memudahkan pembelajaran di sekolah, memudahkan komunikasi dalam acara-acara formal dan menambah kekayaan budi kebangsaan dengan nilai kebatinan dari bangsa-bangsa lain,” pungkasnya.
Sekilas Hari Bahasa Ibu
Hari Bahasa Ibu Internasional adalah sebuah perayaan tahunan yang diselenggarakan di seluruh dunia pada tanggal 21 Februari untuk meningkatkan kesadaran akan keberagaman linguistik dan budaya serta untuk mempromosikan multibahasa.
Diumumkan pertama kali oleh UNESCO pada 17 November 1999,[1] kemudian diakui secara resmi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan adopsi resolusi PBB A/RES/56/262 pada tahun 2002.