Oleh : Al faqir Rahman Rumaday
NusantaraInsight, Makassar — Literasi Qur’an (LiQo) Ibu-ibu Rempoong Komunitas Anak Pelangi (K-apel), Jl. Dg Muda, Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
Di antara tawa dan letihnya aktivitas harian, para ibu yang tergabung dalam Komunitas Anak Pelangi (K-apel) tetap memilih hadir dalam lingkaran cinta (Tadabbur Cinta) yakni pengajian rutin malam Selasa. Dengan mushaf terbuka, hati terbentang, dan mata yang redup oleh rasa ingin tahu yang manis. Malam Selasa, 26 Mei 2025.
Sebagai agenda rutin mengaji setiap malam sabtu, dan malam selasa, setelah membaca Al-Qur’an bersama dan mempelajari ilmu tajwid, dan tadabbur ayat dan malam mentadabburi penggalan ayat dari surat Al-A’raf ayat 172 yaitu :
“Alastu birabbikum? Qaaluu balaa syahidnaa.”
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” ~ QS. Al-A’raf : 172
Cinta Ilahi di Alam Rahim
Sebelum kita mengenal dunia, sebelum tangan ini bisa menyentuh wajah ibu, sebelum kaki ini berpijak di bumi di suatu ruang suci yang tidak terlihat Allah SWT telah berbicara dengan kita. Ruh-ruh kita berdiri di hadapan-Nya dalam suasana yang tidak tergambarkan. Dan saat itulah, Allah bertanya dengan penuh kelembutan:
“Alastu birabbikum?”
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Ruh itu menjawab: “Balaa syahidnaa.”
“Betul, (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” ~ QS. Al-A’raf : 172
Itulah saat pertama cinta hakiki bersemi (Tadabbur Cinta). Di sana, di alam persaksian, semua ruh bersujud dalam kejujuran yang tidak berpura. Bukan sebatas pengakuan, tapi sebuah perjanjian cinta, ikrar setia yang murni antara hamba dan Rabb-nya sebuah janji yang tidak mengenal khianat. Di momen itu, ruh kita menyatu dalam pelukan keabadian bersama Sang Kekasih Sejati yaitu Allah SWT.
Allah SWT tidak hanya menciptakan kita. Allah SWT memanggil kita dengan kelembutan yang paling dalam, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Sebuah pertanyaan retoris penuh cinta, seperti seorang kekasih yang ingin mendengar kembali jawaban pasti dari sang pujaan. Dan kita, ruh-ruh yang suci, menjawab dengan suara hati yang bergelora, “Betul, kami bersaksi.” Sebuah ikrar cinta yang tidak bersyarat, yang melampaui batas-batas eksistensi. Cinta yang murni, yang belum tercemar oleh dunia, belum digoda oleh nafsu, belum dinodai oleh pilihan yang salah.
Betapa romantisnya cinta itu. Allah SWT membangun hubungan dengan hamba-Nya bukan melalui paksaan, tapi melalui dialog kasih. Melalui panggilan lembut, bukan desakan. Dan sejak saat itu, Allah SWT menyertai setiap langkah kita bahkan sebelum kita menangis untuk pertama kali di dunia.