Selanjutnya, pada sesi diskusi, kesempatan diberikan kepada beberapa peserta untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapannya terkait pemaparan para pemantik. Direktur Eksekutif Ma’REFAT INSTITUTE Mohammad Muttaqin Azikin, diminta oleh moderator untuk mengutarakan catatan-catatan kritisnya terkait topik yang dibincangkan. Beliau mengatakan bahwa berbagai persoalan negara dan bangsa yang kita hadapi hari-hari ini, memantik tanya, betulkah Pancasila masih kita perlakukan sebagai falsafah dan ideologi negara selama ini? Apakah Pancasila telah kita dudukkan sebagai paradigma dalam pengelolaan negara kita? Karena jika ini tidak dilakukan, berarti pelaksana negara telah melanggar Konstitusi dari negara kita sendiri, NKRI. Karena itu, memahami krisis lingkungan, kita tidak bisa melihatnya melalui peristiwa demi peristiwa yang terjadi, tetapi kita perlu menariknya ke hal yang lebih fundamental. Yaitu, paradigma apa digunakan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan di negeri ini. Bagaimana kaitannya dengan paradigma Pancasila? Paradigma merupakan cara pandang (world view). Mestinya Pancasila menjadi spirit dari segala kebijakan yang ada. Contohnya di beberapa Undang-Undang (UU) dan regulasi yang dilahirkan. Beberapa UU yang ditetapkan, sepertinya tidak terlihat secara gamblang nuansa Pancasila di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila tidak terinternalisasi secara utuh pada keseluruhan aturan dalam sebuah kebijakan.
Padahal, Pancasila adalah modal bangsa yang merupakan bintang penuntun, yang dapat dijadikan paradigma dalam pembangunan dan pengelolaan lingkungan di Tanah Air. Sebab, permasalahan lingkungan hidup ini, sesungguhnya merupakan pertarungan antara berbagai paradigma yang ada. Karena dengan paradigma akan membentuk sikap dan perlakuan seseorang ketika berhadapan dengan bermacam problem dan kerusakan lingkungan.
Menyelesaikan kerusakan lingkungan, tidak bisa hanya dengan menyelesaikan kasus demi kasus yang ada, tetapi lebih jauh daripada itu, yakni memperbaiki paradigma atau cara pandang yang ada pada manusia.
Prof. Seyyed Hossein Nasr, menyebutkan bahwa krisis lingkungan terjadi karena adanya krisis spiritual dan krisis eksistensial pada diri manusia modern. Yang memandang alam dan lingkungan terpisah dari kehidupan manusia. Pandangan ini, menunjukkan sebuah paradigma memperlakukan lingkungan hidup.
Sekiranya Pancasila tidak berhasil kita posisikan sebagai paradigma dalam menghadapi kerusakan ekologi dan lingkungan di negeri ini, maka itu seakan-akan menegaskan pernyataan Prof. Kuntowijoyo bahwa selama ini, Pancasila dianggap efektif sebagai ideologi yang mempersatukan Indonesia secara politis, tetapi belum efektif sebagai ideologi ekonomi, sosial dan budaya. Mengapa? Karena kita masih memahami Pancasila sebagai sebuah mitos. Mistifikasi Pancasila pada akhirnya tak terelakkan. Jika hal ini terjadi, maka apa yang disinyalir Buya Syafi’i Maarif bahwa, “Nasib Pancasila itu, dimuliakan dalam kata, diagungkan dalam tulisan, namun dikhianati dalam perbuatan”, akan menemukan konteksnya.