Di samping itu, maraknya wacana “lokalitas” merupakan indikasi untuk memikirkan ulang konsepsi ”kedirian (self)” yang telah mencair/terpinggirkan akibat kuasa negara, dan diperparah oleh gempuran ”politik penyeragaman” (globalisasi), ujarnya. Ketua Prodi Kajian Budaya Unhas ini, menawarkan gagasan alternatifnya dengan mengembalikan Politik sebagai jalan kebenaran dengan mengembalikan “Yang Politis” dan “Etis” dalam dimensi bernegara. Dunia Sosial-Politik sangat penting merekonstruksi dirinya dengan menyediakan kondisi-kondisi kemungkinan bagi “lahirnya” subjek baru agar dapat menginterupsi segala ketidakmungkinan. Ungkap Andi Faisal menutup paparannya.
Selanjutnya, giliran Dr. Muhammad Iqbal Latief, yang memantik awal dengan pertanyaan reflektif, apa hasil dari Reformasi? Mungkin kondisi di lapangan masih sangat jauh dari kesejahteraan, jauh dari keadilan. Ibarat sebuah perahu besar, kita tidak tahu mau ke mana. Saat kita mengevaluasi dalam perspektik sosiologi. Harusnya ada sesuatu yang berubah. Apakah memang reformasi kita kali ini ada permasalahan yang serius? Pada dasarnya, kita seperti kehilangan pegangan. Kehilangan nilai sosial dalam menjalankan reformasi. Meskipun secara bernegara kita mempunyai Pancasila sebagai panduan dalam menjalankan reformasi. Persoalannya, apakah kita menjalankan hal tersebut? Tanya Dr. Iqbal.
Kita sebagai masyarakat sudah menafikkan pancasila, padahal ini merupakan landasan filosofis dalam penyelenggaraan Negara. Bukannya kita menjalankan demokrasi substantif, namun hanya berfokus pada politik prosedural.
Apakah jalannya demokrasi kita selama ini berada dijalan seharusnya atau hanya sekedar administrasi prosedural? Bagaimana kalau menciptakan demokrasi yang khas pada keindonesiaan. Misalkan, persoalan ekonomi, soal kesenjangan tidak pernah dipersempit, namun malah semakin melebar.
Kita sebenarnya di Indonesia, sekiranya sumber daya alam dan manusia dikembangkan, maka sejatinya tidak ada masyarakat yang miskin. Namun realitasnya, jangankan menghindari kemiskinan, malah menjadi miskin ekstrim. Artinya, dalam konteks sosial, permasalahannya adalah keharmonisan sosial yang tidak tercipta. Belum lagi bila kita berbicara terkait lingkungan. Jadi, seharusnya kita menjalankan pemerintahan serta pembangunan ini, berdasarkan filosofi bernegara yang berlandaskan pancasila. Menjadikan pancasila sebagai pegangan dalam menjalankan norma kehidupan sosial. Kita punya local wisdom, local knowledge, yang mestinya menjadi solusi dalam perjalanan kenegaraan kita, tutup sosiolog dan akademisi Unhas ini.







br






