Lima Tahun Berjuang Akhirnya di Tarang Ati

“Tarang” berarti “tajam”, “Ati” berarti “hati”, bahwa, agar siapa pun yang mengaji, hatinya tajam dalam menangkap pesan-pesan langit. Juga. Bukan hanya tentang lancar membaca, tapi tentang bagaimana hati dapat menyerap nilai-nilai dari setiap lafaz yang dibaca. Budaya ini dahulu sangat lekat di tanah Makassar. Namun, sayangnya, budaya ini nyaris punah. Berdasarkan keterangan dari sejumlah orang tua yang saya tempati bertanya langsung terkait budaya “Tarang Ati” Bahwa dulu, di banyak rumah mengaji di Makassar, anak-anak yang naik dari Iqra’ ke Qur’an besar akan diarak dengan bangga. Kini, nyaris tidak ada. Alhamdulillah… K-Apel, dalam lima tahun terakhir, ruh itu coba dihidupkan kembali lewat para ibu yang tidak pernah malu untuk belajar, yang menjadikan waktu sebagai teman, bukan lawan.

Tarang Ati merupakan simbol semangat. Ia bukan akhir, tapi awal dari perjalanan yang lebih dalam perjalanan mengaji yang menajamkan hati, menyentuh relung jiwa, dan merintis jalan menuju cahaya. Kata Wendell Pierce, “Peran budaya adalah bentuk yang melaluinya kita sebagai masyarakat merefleksikan siapa kita, di mana kita pernah berada, dan di mana kita berharap.” Maka Tarang Ati adalah refleksi itu, siapa kita dalam cinta kepada ilmu, bagaimana kita pernah jauh dari Qur’an, dan bagaimana kita ingin dekat lagi dengan-Nya.

BACA JUGA:  Ustadz Zaitun Rasmin Hadiri Muktamar V LIDMI, ini Pesannya

Dan Dg Sese, dalam lirih doa dan harap saat menyuapi istrinya, mengucap pelan: “Saya ingin Herawati Istri saya lebih giat lagi hadir dalam halaqah mengaji, biar cepat pintar seperti ibu-ibu lain”. Harapan yang lahir dari cinta dan ketulusan, karena dalam setiap proses belajar, yang terpenting bukan seberapa cepat kita sampai, tetapi seberapa kuat kita bertahan.

Di sana, cinta dan iman saling bersalaman, dan kita tahu, bahwa perjuangan ibu Herawati tidak sia-sia. Sebab di balik setiap huruf yang ia baca, ada lima tahun tantangan, sabar, dan cinta yang mengakar. Tarang Ati bukan hanya tajam hati ia adalah tajamnya cinta.

Maka Tarang Ati menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa belajar itu tidak mengenal waktu, cinta itu bisa hadir dalam suapan kecil, dan budaya bisa tetap hidup selama ada yang bersedia menyalakan lentera harapan dalam lorong-lorong kecil Makassar.

“Berbagi itu asyik dan menyenangkan”

By Humilis Rahman Rumaday
Makassar, 22 April 2025 03.30 dini hari

BACA JUGA:  Penuh Kisah Kasih, Ibu-ibu K-Apel Luncurkan Buku Surat Cinta Untuk Suami

#BerbagiItuCinta #BerbagiItuPeduli #AyoBerbagi #AyoGabungK-Apel #KampusLorong