Sementara mengenai pernyataan penasehat hukum yang dalam pleidoinya menegaskan tidak ada kekerasan dan penghukuman pada kegiatan diksar ini, lagi-lagi Sofianti membeberkan sejumlah fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi-saksi yang mengakui jika semua peserta diksar tanpa terkecuali, termasuk almarhum Virendy, sering mendapatkan set (hukuman), dan untuk 1 set terdiri dari 9x push-up, 9x sit-up, serta 9x kengkreng.
“Parahnya lagi, saat Virendy sudah drop, bersangkutan tidak mendapatkan perlakuan khusus, tapi malah pada larut malam sekitar pukul 01.00 Wita masih dievaluasi dan diberikan set oleh senior (alumni FT Unhas) hingga subuh pukul 04.00 Wita. Pemberian aktivitas fisik yang berat dan berlebihan menyebabkan Virendy sesak napas karena kelelahan dan tentunya membutuhkan banyak oksigen. Dalam kondisi itu, Virendy sempat mengatakan dirinya mau pulang saja, dan perkataan itu didengar oleh beberapa saksi peserta,” paparnya.
Fakta lainnya yang terungkap di persidangan, lanjut penuntut umum, dalam rapat pada Kamis (12/01/2023) malam yang membahas tentang kondisi Virendy, saksi Armin Nurfajar selaku Korpes (Koordinator Peserta) sudah menyatakan dan memutuskan bahwa Virendy tidak layak atau tak mampu lagi untuk melanjutkan kegiatan diksar, dan bersangkutan harus segera dipulangkan malam itu juga untuk mendapatkan perawatan medis.
Namun terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi sebagai pemegang kebijakan maupun keputusan tertinggi di kepengurusan organisasi UKM Mapala 09 FT Unhas ini mengabaikan pernyataan Korpes tersebut dan justru masih mempertahankan Virendy untuk tidak dipulangkan malam itu juga, dengan memutuskan nanti dilihat besok kondisinya. Terhadap keputusan itu, terdakwa Farhan Tahir selaku ketua panitia hanya bisa mematuhi dan melaksanakannya.
Usai mengumbarkan sederet fakta persidangan yang kesimpulannya telah mematahkan dalil-dalil hukum tim penasehat hukum kedua terdakwa pada nota pembelaannya di sidang lalu, jaksa Sofianto di akhir surat repliknya dengan suara lantang mengatakan secara tegas bahwa penuntut umum tetap berpegang kepada surat tuntutannya yang menuntut majelis hakim PN Maros menyatakan terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 359 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP (karena kelalaian menyebabkan orang mati).
Atas dasar itu, jaksa menuntut pula majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan kepada terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir, serta memerintahkan agar keduanya segera dimasukkan kedalam tahanan setelah putusan dibacakan. Kemudian membebankan kedua terdakwa membayar restitusi (ganti kerugian) kepada keluarga almarhum Virendy sebagaimana yang diajukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban – Republik Indonesia (LPSK RI), dengan ketentuan jika tidak mampu membayar maka diganti pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.