Kriminolog UI: Peristiwa Pidana Dalam Kasus Kematian Virendy Adalah Perbuatan Kesengajaan

Sidang lanjutan kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw, mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Sidang lanjutan kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw, mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Setelah memaparkan secara gamblang batasan antara ‘Dolus Eventualis’ dan ‘Culpa Lata’, Wakil Direktur Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia ini juga menjelaskan bahwa mengambil kesimpulan sendiri terhadap kondisi kesehatan korban yang dilakukan terdakwa tak ubahnya Dokter Umum melakukan operasi bedah yang bukan keahliannya sehingga jelas tindakan tersebut merupakan sebuah tindak kesengajaan, beda halnya ketika Dokter Bedah melakukan pembedahan pada pasien dan berupaya mencegah tetapi upaya tersebut tidak cukup sehingga timbulah kelalaian.

Penjelasan itu diberikan Dr. Eva menanggapi pertanyaan jaksa penuntut umum terkait apakah tindakan para terdakwa yang menilai jika korban sudah sehat sehingga masih diberikan lagi kegiatan bahkan hukuman fisik, sementara mereka tidak punya kompetensi di bidang medis. “Orang itu tahu bahwa dirinya tidak punya pengetahuan tentang medis kemudian memberikan penilaian sendiri, ini berarti sengaja. Korban dalam kondisi sakit, harusnya diberikan obat dan disuruh istirahat. Kalau sakitnya berat, segera dibawa ke RS, namun itu tidak dilakukan,” tukasnya.

Ketika menjawab pertanyaan penasehat hukum Dr. Budiman Mubar, SH, MH tentang penyebab kematian Virendy sesuai keterangan saksi ahli dokter forensik yang menyebutkan kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena penyumbatan lemak dan korban mempunyai penyakit kronik yang sudah lama, Dr. Eva menyatakan bahwa apakah penyakit tersebut muncul akibat ada penyebab lainnya, hal itu majelis hakim yang bisa menilainya. “Yang jelas, ada rangkaian kegiatan, kemudian korban sudah sakit, tetapi masih diberikan hukuman dengan disuruh lari, jalan jongkok dan bentuk lainnya. Mereka tidak tahu akibatnya,” tandasnya.

BACA JUGA:  Kemenkumham Gorontalo Tutup Pra Rekonsiliasi Keuangan dan BMN

Usai mendengarkan keterangan saksi ahli pidana dari Universitas Indonesia ini, jaksa penuntut umum Sofianto Dhio M, SH menyerahkan kepada majelis hakim berkas permohonan restitusi (ganti rugi) yang diajukan pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia (RI) mewakili keluarga almarhum Virendy.

Sidang pun ditutup dan akan dilanjutkan pada Rabu 5 Juni 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi meringankan yang hendak dihadirkan penasehat hukum kedua terdakwa.

Teori Kausalitas

Secara terpisah, pengacara keluarga almarhum Virendy, Yodi Kristianto, SH, MH yang turut hadir menyaksikan jalannya sidang virtual ini, kepada media saat dimintakan komentarnya, berkenan menanggapi perihal hasil autopsi yang sempat disinggung pengacara terdakwa dalam persidangan.