NusantaraInsight, Makassar — Menindaklanjuti laporan pidana terkait kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19) yang diajukan James Wehantouw (62) ayah kandung almarhum ke SPKT Polda Sulsel, penyidik Unit 4 Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sulsel pada Senin (21/10/2024) telah mengambil keterangan 2 (dua) orang saksi, yakni Ny. Femmy Lotulung (54) ibu kandung korban, dan Viranda Novia Wehantouw, S.Ak (27) kakak kandung dari mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) tersebut.
Berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam dan berjalan lancar mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga tuntas siang pukul 12.00 Wita, Ny. Femmy Lotulung dan Viranda Novia Wehantouw, S.Ak yang didampingi kuasa hukumnya Mulyarman D, SH dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Makassar, diinterogasi secara terpisah oleh penyidik Briptu Suardi Ibnu Bahtiar dan seorang penyidik lainnya dengan disaksikan AKP Muhammad Saleh, SE, MH (Kanit 4 Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sulsel).
Kepada penyidik yang memeriksa mereka, baik Ny. Femmy maupun Viranda sama-sama mengaku, sejak awal Maret 2024 hingga awal Agustus 2024 selalu menghadiri pelaksanaan sidang pidana di Pengadilan Negeri (PN) Maros yang mengadili terdakwa Muhammad Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII) dalam kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw pada minggu kedua bulan Januari 2023.
Menurut ibu dan kakak almarhum Virendy ini, ketika sejumlah peserta maupun beberapa panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas didengar kesaksiannya di persidangan PN Maros, beberapa di antaranya mengungkapkan adanya keterlibatan senior-senior yang sudah berstatus alumni FT Unhas melakukan pemberian hukuman (set) berupa aktivitas fisik berlebihan meski saat itu Virendy sudah dalam kondisi drop dan tidak berdaya lagi.
Atas dasar pengakuan saksi-saksi itulah, papar Ny. Femmy, sehingga ketua majelis hakim, Khairul, SH, MH di depan persidangan spontan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan pengembangan perkara dan memeriksa para senior yang disebutkan namanya oleh saksi-saksi. Saat itu majelis hakim berpendapat, senior-senior yang sudah berstatus alumni selayaknya berada di lokasi kegiatan sebagai kakak yang datang melihat aktivitas adik-adiknya.
Namun yang terjadi, justru senior-senior inilah yang berperan memutuskan suatu tindakan atau kebijakan, dan fatalnya lagi memberi hukuman (set) berupa aktivitas fisik berlebihan kepada peserta serta khususnya bagi Virendy yang sudah dalam kondisi sakit. Dimana untuk 1 set hukuman terdiri dari 9x push-up, 9x sit-up, 9x kengkreng, dan juga berlari. Rata-rata setiap peserta dalam sehari bisa mendapatkan hukuman sebanyak 10 set yang diberikan senior-senior maupun oleh Koordinator Lapangan (Korlap) dan Koordinator Peserta (Korpes).